A Special Day
A Special Day
·
·
Genre : Romantic, Humor, and Family
·
Tema : New Year
·
Cast :
1)
Nadine Fredickson
2)
Mark Feehily
3)
Filan’s Family
4)
Byrne’s Family
5)
Kian Egan
6)
Ridwan Kusumah
7)
Etna Astuti
8)
Ayu Kristiana
9)
Hasna Hanifah
10)
Kevin
McDaid
31 Desember 2011
Mark masih tertidur lelap ditempat tidurnya
sampai siang hari. Kebiasaan Mark ini tidak pernah berubah maupun hilang. Apalagi
semalam Mark latihan koreografi sampai larut malam. Untuk apa latihan
koreografi? Menjelang tour Westlife yang semakin padat, menjelang Farewell Concert pada menjelang akhir bulan Juni tahun
2012, Westlife tengah disibukkan dengan beragam latihan koreografi untuk
konser-konser mereka dalam rangka The Farewell Tour. Akan tetapi setelah latihan koreografi dia….
“Mark jika kamu tak bangun, akan kuadukan masalah semalam dengan
Louis atau gak Ronan!”, teriak Shane yang berdiri di atas tempat tidur Mark.
Semalam Mark pulang ke basecamp Westlife dalam keadaan mabuk berat,
tidak biasanya Mark begitu.
“Hmm, ah ngantuk short”, Mark menarik selimut.
“Dasar KEBO!!”, teriak Shane di telinga Mark.
Mark hanya menutupi telinganya dengan bantal dan tidak bangun atau
merasa terkaget.
“Gue punya cara jitu..”, Nicky menghampiri Shane.
“Ah apa itu, Nico?”, Shane turun dari tempat tidur Mark.
“Sini gue bisikin”, Nicky mendekati Shane.
Nicky memberi ide kepada Shane yang telah kesal terhadap Mark.
“Sttt, coba lu bilang kalo lu akan masukin ayam ke dalam kamar”,
bisik Nicky terhadap Shane.
“Lu yakin?”, jawab Shane.
“Ahhh, apa lu lupa dia kan phobia sama ayam -_-“, bisik Nicky.
“Oh iya ya, pintar sekali kamu”, Shane menepuk pundak Nicky.
“Gue”, Nicky menunjuk dirinya sambil tersenyum bangga.
Shane pergi ke dalam kamar mandi setelah itu Shane kembali menaiki
tempat tidur Mark dengan membawa sebuah gayung yang berisi air.
“Loh kok lu bawa gayung?”, Nicky menunjuk
gayung yang dibawa Shane dengan wajah yang aneh, mulut Nicky menganga.
“Udah lu diem aja”, ucap Shane.
“Yaelah gue cuma tanya kagak dijawab, ok
lah gue diem. Ni gue kunci mulut gue”, Nicky menyentuh bibirnya dan
memperagakan seolah-olah dia mengunci mulutnya sendiri. Ada-ada aja abang Nico
nih..
“Liat aksi gue nih, buka mata lu
lebar-lebar!”, perintah Shane kepada Nicky.
Tak sampai 15 detik kemudian, Shane memulai
aksinya ditempat tidur Mark…
“Mark, awas! Di sampingmu ada ayam!”, teriak Shane.
“Wuaaaa mana?”, sepertinya siasat Shane dan Nicky berjalan mulus,
akhirnya Mark membuka matanya lebar-lebar dan merasa terkaget.
“Awas, jangan bergerak Freedie!”, perintah Nicky kepada Mark.
“Cepat, aku mohon singkirkan binatang mengerikan itu keluar dari
kamarku”, Mark sekarang merasa ketakutan.
Byurrrr..
Shane menumpahkan air yang di dalam gayung ke kepala Mark.
“Hmmm seger kan lu? Hueheheheh”, Shane tertawa terbahak-bahak.
“KEBO bangun! Dah pukul 10 pagi tau”, Nicky menarik kaki
Mark.
“Awas kalian ya.. Aku akan balas semuanya! Terutama kamu SHORTY!”,
Mark memandang sinis Shane yang baru turun dari tempat tidur Mark.
Mark segera bangun dan langsung
pergi ke kamar mandi, sementara Nicky dan Shane dengan perasaan puas mengerjai Mark pergi ke ruang
makan untuk breakfast. Di ruang makan ada sahabat mereka Kian yang sudah
menunggu ketiga sahabatnya dan bersiap-siap untuk breakfast. Dia yang
mempersiapkan makan pagi untuk ketiga sahabatnya itu.
“Kok mukanya pada cengar-cengir gitu?”, tanya Kian yang sedang
mengoles lembaran roti dengan selai cokelat kacang kesukaannya.
“Ah ada deh”, Shane memalingkan wajahnya ke hadapan Nicky.
“Habis lu apain Mark? Kok wajah, rambut, dan bajunya basah? Pasti
lu berdua kerjain Mark lagi ya?”, Kian mulai menebak kegiatan Shane dan Nicky
di kamar Mark.
“Hahahaha iya Kian, kita habis ngerjain Mark dan mengguyurnya
dengan segayung air”, teriak Nicky.
“Dasar kalian berdua!!”, timpal Mark dari dalam kamar mandi.
“Hahahaha”, akhirnya Kian ikut tertawa juga karena ulah kedua
sahabatnya itu terhadap sahabat dekatnya Mark.
**
Mark keluar dari kamar mandi dan
segera pergi ke dalam kamarnya. Setelah itu Mark menemui ketiga sahabatnya itu
di ruang makan. Dengan raut muka yang masih kesal dengan perbuatan yang
dilakukan Shane dan Nicky kepada dirinya tadi, Mark mengambil 2 lembar roti dan
mengoleskan selai stroberi kesukaannya.
“Ciyeee ada yang masih marah ni ternyata”, ledek Kian.
“Itu lho Kian, 2 bocah itu ngerjain aku lagi. Suka banget sih mereka
ngerjain aku”, curhat Mark singkat kepada Kian.
“Yee lagian juga lu kalo tidur susah banget dibanguninnya”, timpal
Shane.
“Iya, kaya orang dah mati aja kalo lu tidur!”, tambah Nicky.
“Ahhh sudahlah, kalian seperti anak kecil saja. Sudah Mark, cepat habiskan
rotimu dan juga segelas susu itu”, Kian menunjuk ke arah segelas susu berperisa
vanila yang telah dibuat Kian. Kian memang yang paling rajin buat sarapan
untuk para sahabatnya.
Setelah Mark, Shane, Nicky, dan Kian
selesai sarapan, mereka langsung menaiki sebuah mobil sejenis pajero sport dan
segera pergi ke tempat latihan koreografi The Farewell Tour yang letaknya
lumayan jauh dari basecamp Westlife. Keaadan jalan-jalan raya di Dublin pada
siang hari memang selalu ramai oleh kendaraan-kendaraan penduduk sehingga
sedikit mengalami kendala yaitu macet yang membuat Mark, Shane, Nicky, dan Kian
terpaksa telat dalam latihan koreografi. Saat sudah sampai lokasi, mereka
langsung buru-buru masuk ke dalam lokasi.
“Maaf semua kami telat”, Shane berlari menuju kerumunan dancer yang
lama menunggu kehadiran mereka.
“Tidak apa-apa Mr. Shane”, seorang wanita yang merupakan ketua
kelompok dancer yang bekerja sama dengan Westlife menjawab ucapan Shane.
“Wow Mark, lihat perempuan itu”, Kian menunjuk ketua kelompok dancer
itu.
“Iya Kian. Dia tinggi, rambutnya indah berwarna pirang, matanya
hazel”, ucap Mark yang terus memandangi ketua dacer itu.
“Tapi Jodi selalu di hati! Buat kamu aja Mark, eh tapi ntar ada
yang marah ya?”, Kian melirik Mark.
“Siapa ah?”, Mark mengangkat kedua alisnya.
“Siapa lagi kalau bukan Mr. McDaid?”, Kian menepuk pundak Mark.
“Kevin?”, jawab Mark lirih.
“Cepat-cepat diambil sana Mark, ntar keburu disambet orang lagi”,
ledek Kian kepada Mark yang tengah duduk di sofa.
“Sepertinya aku pernah bertemu wanita itu, tapi dimana ya?”, ucap
Mark dalam hati seraya melihat wanita itu.
“Woi!!! Bengong aja lu, denger gak apa yang gue bilang tadi?”, Kian
mengagetkan Mark yang sedang melamun tentang wanita itu.
“Hm dengar lah, masa tidak?”, Mark menjawab pertanyaan Kian dengan
nada datar.
“Lu kenapa ha?”, tanya Kian kepada Mark.
“Hm tidak apa-apa kok sob”, Mark menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ah gue tau lu nyimpen rahasia sesuatu, ceritain dong sama gue.
Siapa tau aja lu rilex setelah cerita masalah lu ke gue”, Kian sebenarnya
penasaran dengan hal yang dilamunkan sahabatnya Mark.
“Begini ki, aku pernah bertemu perempuan itu. Tapi aku lupa, aku
pernah temuinya dimana. Aku merasa, aku pernah memiliki hubungan sesuatu dengan
dia”, Mark menjelaskan.
“Eh yang benar? Kenapa lu gak cerita-cerita ke gue tadi ?”, bisik
Kian.
“Ah lu kan dah punyanya Jodi Mary Albert anak dari Mr. George dan
Mrs. Eileen Albert, masa gue harus cerita sama lu”, ucap Mark.
“Iya ya, bisa jadi gue diusir dari rumah kalau gue selingkuh”, Kian
sudah menerawang keadaan jika Kian selingkuh dari istrinya Jodi.
“Lagian lu juga bentar lagi mau jadi seorang daddy masa lu tega
duain istri lu yang habis melahirkan, udah bawa-bawa anak lu dalam rahimnya”,
Mark ingat jika Jodi istri Kian telah melahirkan.
“Iya sih, tapi gue penasaran Mark”, ucap Kian dengan wajah khas
penasarannya.
“Bagaimana kalau kita kenalan aja dengan dia?”, Mark mendapat
sebuah ide baru.
“Hm bisa sih ide lu, tapi bagaimana kalau dia gak ingat kalau dia
pernah ketemu lu sebelumnya”, Kian menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya
dia tidak merasa gatal, Kian tidak mempunyai ketombe apalagi kutu rambut.
“Ah itu mah gampang Kian, yang penting kita bisa kenalan dulu sama
dia. Habis itu kita nyusun rencana lagi untuk masalah inti kita. Setuju?”, Mark
menjelaskan penjelasan singkat kepada Kian.
“Hmm ok deh ita kenalan aja dulu, jenius juga lu Mark. Tumben”,
ledek Kian.
“Jadi selama ini, kamu menganggap aku gak pintar? Kalo aku gak
pintar, aku gak bisa menciptakan sebuah lagu dong”, Mark menatap sinis Kian.
“Hehehe jangan ngeliatin gue kaya gitu dong Mark. Gue gak nyaman
diliatin kaya gitu”, Kian mengambil bantal sofa.
“Habisnya kamu seperti itu sih, menyebalkan. Lama-lama juga kamu
seperti 2 bocah itu”, Mark mulai kesal dengan Kian.
“Maksudmu 2 bocah itu? Hm Shane dan Nicky?”, tanya Kian pada Mark.
“Ya iyalah siapa lagi kalau bukan mereka, menyebalkan”, ucap Mark.
“Sudahlah Mark, masalah tadi lupakan saja”, Kian menenangkan Mark.
“Iya sih Kian, aku akan mencobanya. Thanks my best friend Kian John
Francis Egan”, Mark memeluk Kian dengan erat.
“Hua, sakit!!!”, teriak Kian yang membuat perhatian dancer-dancer
dan tentu juga Shane dan Nicky.
“Mereka ngapain?”, bisik salah satu dancer bernama Ayu Kristiana
kepada dancer yang lainnya.
**
Nadine pov
Hari ini aku harus pergi ke tempat
latihan koreografi bersama tim kerjaku. Aku tidak tau siapa artis yang mau
memakai jasaku ini, dengar-dengar dari teman-temanku sih katanya grup vocal
asal Irlandia bernama Westlife. Aku segera bangkit dari tempat tidurku dan langsung
menuju kamar mandi.
“Jika aku bekerja sama dengan Westlife, aku akan bertemu orang
itu?”, ucap Nadine lirih saat perjalanan menuju kamar mandi.
“Kenapa kamu nak?”, ucap seorang wanita separuh baya dengan membawa
25 buah piring makan ke meja makan.
“Ha, tak apa mam”, aku segera melanjutkan perjalanan menuju kamar
mandi yang terletak di halaman belakang rumah.
“Huh anak muda jaman sekarang”, wanita itu menggeleng-gelengkan
kepalanya.
Yap wanita itu adalah Nyonya Marrie Marrielle Fredickson. Wanita
itu adalah istri dari ayahku yang bernama Will Williams Fredickson. Otomatis
wanita itu adalah ibuku.
“Sayang, cepat selesaikan mandimu. Mam, dad, dan kakak-kakakmu
sudah menunggumu di ruang makan”, teriak mam Marrie
“Iya mam, sebentar lagi. Nanti saya menyusul saja”, ucapku dari
dalam kamar mandi.
Aku adalah Nadine Nad Fredickson,
aku anak bungsu dari delapan bersaudara. Aku berumur 29 tahun, perbedaan umurku
dengan kakakku yang ke tujuh hanya berbeda 2 tahun saja. Semua kakakku sudah
berumah tangga dan mereka semua tinggal di rumah mam dan dad yang bisa dibilang
besar dan luas, sehingga suasana rumah selalu ramai. ketujuh kakakku berjenis
kelamin laki-laki, bernama: Wilson, Liam,Peter, Kevin, George, Charles, dan
Simon. Istri mereka bernama: Kate, Ellena, Nicole, Emelie, Mariella, Gloria,
dan Gillian. Aku juga sudah mempunyai keponakan-keponakan kecil penerus
keluarga Fredickson, tapi sayangnya semua keponakanku berjenis kelamin
laki-laki. Keponakan-keponakanku bernama: Erick, Louise, Raymon, James, Steven,
Garry, Nicky, dan Greyson.
Beberapa lama kemudian aku keluar dari kamar mandi.
“Aunty telat!”, teriak Greyson dengan nada celatnya. Greyson adalah
keponakanku dari pasangan Simon dan Gillian.
“Hahaha iya Grey, aunty telat”, candaku kepada Greyson.
“Permisi semuanya, saya dan istri saya ada pengumuman special untuk
kalian semua”, ucap kakakku yang bernama Charles.
“Apa Char?”, tanya kakakku Liam.
“Mam dan dad sebentar lagi akan mendapat cucu baru”, kakakku
Charles menjelaskan.
Semua anggota keluargaku bersorak gembira tentang kabar yang
menggembirakan itu dan mereka mengucapkan selamat kepada kakakku Charles dan
istrinya Gloria.
“Aunty, ada apa cih?”, ucap keponakanku yang bernama Nicky.
“Kamu akan punya adik baru, sayang” aku mengelus lembut pipi
keponakan kecilku itu.
Tak lupa, aku juga memberikan selamat kepada kakakku.
“Congratulation Mr. Charles and Mrs. Gloria”, aku memeluk kakakku
Charles.
“Thank you my sister, tapi ngomong-ngomong kapan nih kamu nyusul
kakak-kakakmu?”, kak Charles berbisik di telingaku.
“Entah”, jawabku lirih.
Setelah breakfast selesai aku segera
berangkat menuju tempat latihan koreografi
yang letaknya tak jauh dari rumahku. Ketika sampai di lokasi, aku
disambut oleh teman-teman sesame dancer. Tak lama kemudian suara mobil terdengar
olehku dan datanglah satu per satu anggota personil Westlife. Aku melihat
seorang pemuda, air mataku tak dapat bertahan lama tertampung di dalam mataku.
Air mataku pun jatuh di pipiku sebagai air mata kebahagiaan, karena aku bisa
melihat seorang pemuda yang menjadi cinta pertamaku. Seseorang yang sangat aku
cintai, aku tak mungkin melupakan pria itu begitu saja dari kehidupanku selama
ini. Aku mengusap air mataku dan aku mencuci wajahku di wastafel, beberapa
menit kemudian aku bersama teman-teman sesama dancer berkumpul dan latihan
koreografi bersama dengan Westlife.
**
Back to Author pov
Westlife sudah latihan hampir 2 jam
bersama kelompok dancer, waktunya the lads untuk istirahat sejenak dan
bersiap-siap untuk kembali ke basecamp.
“Apa lu jadi Mark?”, tanya Kian pada Mark yang tengah meneguk
sebotol air mineral.
“Enggak, coba liat berkas itu”, Mark memerintah Kian.
Kian mengambil sebuah map yang berada di atas meja di dekat sofa
yang diduduki Mark dan Kian.
“Hm, profil tentang para dancer”, ucap Kian kepada Mark seraya ia
membuka map itu.
“Nah itu, kita menggunakan itu saja”, Mark menaruh sebuah botol air
mineral ke meja.
“Apa kamu masih ingat namanya?”, Kian menatap wajah Mark.
“Sedikit”, ucap Mark.
“Aku bacain namanya satu-satu ya”, Kian bersemangat.
“Iya , silahkan Mr. Kian Egan tetapi pelan-pelan saja nadanya”,
Mark mempersilahkan Kian.
“Yang pertama ada Ayu Kristiana”, ucap Kian.
“Hm bukan”, Mark menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yang kedua ada Etna Puji Astuti, namanya menarik tu Mark ‘Etna’”,
puji Kian kepada nama salah satu dancer.
“Bukan Kian”,ucap Mark lirih.
“Yang ketiga ada Ridwan Kusumah, ini mah cowok. Yang keempat ada
Hasna Hanifah”, Kian membaca dengan nada agak tinggi.
“Woi pelan-pelan, bukan Kian”, Mark mencubit paha Kian.
“Aduh Mark, sakit tau. Yang kelima ada Venuela Rider, yang keenam
ada Fenella Bilson, yang ketujuh ada Chiko Lewis, yang kedelapan ada Edward
Roger, yang kesembilan ada George Custer, dan yang terakhir ada Nadine
Fredickson”, ucap Kian.
“Nadine Fredickson?”, tanya Mark.
“Yap”, Kian menutup map dan menaruhnya di atas meja.
“Nadine Nad Fredickson, itu nama lengkapnya?”, Mark mengingat-ingat
nama wanita itu.
“Sebentar”, ucap Kian lirih.
Kian kembali membuka mapnya dan mencari kertas yang isinya profil
tentang salah satu dancer bernama Nadine Fredickson.
“Ha.. Iya Mark, nama lengkapnya Nadine Nad Fredickson. Alamat
rumahnya di Dublin”, Kian merasa terkaget.
“Jadi dia itu..”, Mark mengelus-ngelus dagunya.
“Jadi apa?”, Kian penasaran.
“Dia teman masa kecilku, Kian. Dia sahabatku dulu”, aku
mengguncang-guncang tubuh Kian.
“Oh my god, sumpah lu Mark”, Kian merasa tak percaya.
Mark segera bangkit dari tempat duduknya, ia segera menemui Nadine.
“Nadine”, teriak Mark.
Nadine membalikkan tubuhnya menghadap ke Mark, ia memandangi Mark.
“Ada apa sir?”, tanya Nadine dengan gaya bicaranya yang lembut dan
suara khasnya yang indah.
“Kamu yang namanya Nadine Nad Fredickson kan?”, Mark mendekati
Nadine.
“Em iya sir, saya Nadine Nad Fredickson”, ucap Nadine dengan nada
agak nervous.
“Apa kamu masih mengingat aku?”, tanya Mark.
Nadine merasa tak percaya bahwa Mark masih mengingat dia, padahal
ia dan Mark telah berpisah selama 24 tahun lamanya.
Flashback 24 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 31 Desember 1987.
“Apa kamu yakin akan meninggalkanku, Mrs.Fredickson”, tanya Mark
pada seorang anak perempuan yang 2 tahun lebih muda darinya.
“Maafkan aku, Prince Markus Michael Patrick Feehily”, anak
perempuan itu menundukkan kepalanya.
Yap anak perempuan itu adalah Nadine Nad Fredickson yang masih
berumur 5 tahun.
“Aku tak mau kau meninggalkanku, nanti aku main dengan siapa? Aku
tak punya sahabat lain selain dirimu, Princess Nadine”, Mark meraih tangan
mungil Nadine.
“Tenang Mark, kamu masih punya teman yaitu adikmu Barry yang masih
berumur 2 tahun. Jika kita dewasa kelak, kita pasti akan bertemu lagi. Temui
aku di Dublin, Mark”, ucap Nadine.
“Bagaimana jika kita pernah bertemu kelak, tetapi aku tidak
mengenalimu?”, Mark mengeluh.
“Hi Mark, lihat wajah aku”, Nadine memerintah Mark.
Mark menatap wajah imut Nadine.
“Kamu bisa kenali aku dengan rambut blonde aku yang lurus, mata
hazel aku, dan hidungku yang mancung walaupun tak semancung hidungmu Mark”,
ucap Nadine.
“Tapi jika kamu mengganti warna rambutmu bagaimana? Jika kamu
dewasa memakai softlenss bewarna biru, bagaimana? Aku tak dapat mengenalimu,
Nadine”, Mark mengeluh.
“Not and never, Mr.Feehily”, Nadine tersenyum kepada Mark.
“Bagaimana jika aku memiliki pita yang ada di rambutmu?”, tanya
Mark.
“Hm pita ini?”, Nadine meraih pita yang bermotif bunga berwarna
biru muda kesayangannya.
“Iya”, Mark mengangguk.
“Tapi, bagaimana kalau pita ini rusak? Aku hanya mempunyai satu”,
Nadine menundukkan kepalanya.
“Hm aku akan menjaganya, Nadine. I promise..”, ucap Mark dengan
wajah malaikatnya dan seyuman termanisnya.
“Iya deh, kamu boleh memilikinya”, Nadine memberikan pita rambutnya
kepada Mark.
“Terimakasih Nadine”, Mark memeluk Nadine.
“Aku harus pulang sekarang Mark, sampai jumpa Mark. Aku menunggumu
saat kita dewasa kelak, aku akan setia kepadamu Mark. Aku tak akan
melupakanmu”, Nadine meneteskan air matanya.
“Jangan kamu menangis Nadine, aku tak mau kamu menangis. This isn’t
goodbye Nadine”, Mark mengusap pipi Nadine yang terkena
air matanya.
“I wanna say goodbye, Bye Prince Mark”, Nadine melambaikan
tangannya.
Ketika Nadine berjalan beberapa langkah, Mark berlari mendekati
Nadine.
“Nadine, aku tak mau kamu pergi tapi kita harus berpisah entah
sampai kapan. Aku akan menemuimu di Dublin kelak, kita akan bertemu lagi. This
I swear..”, Mark memeluk Nadine dari belakang.
“Biarkan aku pergi, Mark”, Nadine melepaskan pelukan Mark dan
segera pergi pulang ke rumah dengan berlari ia meninggalkan Mark sendirian di
taman dekat rumah Nadine dan Mark.
“Nadine.. This Isn’t Goodbye!”, teriak Mark dengan air mata yang
jatuh di pipinya.
**
Kembali pada tanggal 31 Desember 2011
“Nadine Fredickson?”, Mark meraih tangan Nadine.
“Apa kamu masih ingat aku?”, tanya Mark sekali lagi.
Nadine hanya bisa menganggukan kepalanya.
“Aku tak bisa melupakanmu”, Nadine memeluk Mark.
“Yeah same, Princess Nadine”, Mark menyambut pelukan Nadine.
“Maafkan aku yang telah meninggalkanmu dulu”, air mata Nadine telah
jatuh di pipinya.
“Tak apa, aku telah memenuhi janjiku dulu”, air mata Mark juga
telah jatuh menetes di pipinya yang sayu merah.
“Iya Mark”, ucap Nadine lirih.
Mark meraih pipi Nadine, ia menatap wajah Nadine.
“Kamu sama seperti dulu Nadine. Kamu tetap cantik dengan rambut
blondemu yang lurus, mata hazelmu, dan hidung mancungmu”, Mark memuji Nadine.
“Hah kamu terlalu memujiku”, Nadine melepaskan tangan Mark dari
pipinya.
“Itu asli, Nadine”, Mark berbisik kepada Nadine.
“Kian..”, ucap Mark.
Mark menoleh ke arah Kian dan melihat pemandangan yang aneh. Kian,
Shane, Nicky, dan dancer-dancer mengusapkan air mata mereka yang menetes di
pipi mereka masing-masing.
“Hah apa Mark?”, tanya Kian dengan nada khas setelah menangis.
“Kamu menangis Kian?”, tanya Mark yang menggandeng tangan Nadine.
“Hah tidak kok Mark”, Kian mengampiri Mark dan Nadine.
“Kian, ini sahabat kecilku Nadine. Dan Nadine ini sahabat dekatku,
Kian”, ucap Mark.
Kian dan Nadine berjabat tangan.
“Guys, kita sudah ditunggu Ronan di mobil. Kita harus pulang ke
basecamp sekarang”, Nicky memegang handphonenya
“Iya Nick”, ucap Mark, Kian, dan Shane kompak.
“Oh iya Nad, aku boleh meminta no telpon rumahmu atau no telpon
handphone mu?”, Mark menyerahkan handphonenya kepada Nadine dan Nadine
menyerahkan handphonenya kepada Mark.
“Terimakasih Nadine, bagaimana kalau aku meminta alamat rumahmu
Nadine?”, tanya Mark.
Nadine memberikan info alamat rumahnya ke Mark. Nicky mendengar
percakapan Mark dan Nadine.
“Kamu tinggal disana Nadine, di rumah besar dan luas milik keluarga
Fredickson? Itu kan rumah terbising disana, karena seluruh anak dan cucu Mr.
Williams dan Mrs. Marrie Fredickson tinggal di rumah itu”, Nicky menjelaskan.
“Bagaimana kamu tau nama orang tua aku?”, tanya Nadine kepada
Nicky.
“Kamu tetangga aku, aku tetangga samping rumahmu. Hehehe, memang
sih aku sering bertemu denganmu”, Nicky tertawa.
“Kamu anaknya Uncle Nicholas dan Aunt Yvone Byrne?”, tanya Nadine.
“Hehehe iya, kamu sahabatan kan dengan kakakku Gillian”, Nicky
tertawa lagi.
“Jadi selama ini, rumahku itu disamping rumah artis”, ucap Nadine
dengan nada datar.
“Ah sudahlah, ayo Nick nanti kita bisa dimarahi sama kembaranmu?”,
Mark menyeret Nicky.
“Loh eh,kok gue diseret? Kembaran? Kembaran gue siapa?”, Nicky
terheran.
“Siapa lagi kalau bukan Mr. Ronan Keating?”, Mark tetap menyeret
Nicky.
“Bye Mrs. Fredickson, nanti aku telpon kamu”, teriak Mark kepada
Nadine.
“Bye too Mr. Feehily”, Nadine melambaikan tanganya.
Mark dan Nicky segera menuju mobil dan setelah itu Westlife
meninggalkan lokasi tempat latihan koreografi.
**
Di dalam mobil
sempat ada perdebatan antara Nicky dan Mark, mereka berdua tak mau mengalah
satu sama lain. Adu mulut yang heboh itu, membuat Ronan sang wakil manager
marah dan membentak Nicky dan Mark. Dalam sekejap Nicky dan Mark berhenti
berdebat atau adu mulut.
“Mark?”, Kian meraih pundak Mark.
“Apa?”, jawab Mark dengan nada orang yang sedang merasa jengkel.
Mark menatap jalanan melalui jendela yang tertutup.
“Hm Mark,sudahlah. Bolehkah aku bertanya sesuatu denganmu Mark?”
“Apa?”, Mark masih menatap ke arah jendela.
“Mengapa kau mabuk semalam?”, tanya Kian.
“Jadi semalam Mark mabuk!”, bentak Ronan.
“Aku ribut sama Kevin”, jawab Mark singkat.
“Lalu?”, tanya Shane yang penasaran dengan hubungan asmara
sahabatnya.
“Aku ribut dengan Kevin karena aku yang jarang lagi telpon dia, aku
bilang saat itu aku sedang sibuk. Dia gak mengerti aku, dia bilang aku sudah
selingkuh dari dia. Dia menamparku dan meninggalkanku sendirian di club malam.
Saat itu aku sudah terpuruk sekali, aku menjadi orang yang sangat bersalah, dan
akhirnya aku meminum beberapa botol alchohol dan wine. Tak lama kemudian aku
pulang dengan keadaan mabuk berat”, Mark menjelaskan semuanya.
“Oh jadi itu, maafkan aku Mark yang tadi mengerjaimu”, Shane
menyentuh pundak Mark.
“Aku juga”, akhirnya Nicky mau berbicara dengan Mark setelah
perdebatan yang heboh tadi.
“Hm tidak apa guys, mungkin jika aku tak diusilin kalian aku tak
akan bangun sampai malam”, Mark pun tersenyum.
“Bagaimana kamu putusin Kevin saja?”, tanya Kian.
“Aku akan memutuskan hubunganku dengan Kevin saat malam tahun baru
nanti. Hm 31 Desember 2011”, Mark menjawab pertanyaan Kian.
“Ini udah 31 Desember 2011!!!!”, Shane,
Nicky, dan Kian teriak serempak.
“Oh iya”, Mark terkaget.
“Busyet, pikun lu gak hilang-hilang dari
dulu soal tanggal”, Shane menggeleng-gelengkan kepalanya.
Rombongan Westlife telah sampai di
basecamp mereka. Shane dan Nicky segera beristirahat di kamarnya masing-masing.
Kian menuju ke dapur, karena dia merasa lapar dan dia ingin masak makan siang
untuk ketiga para sahabatnya, sang wakil manager ‘Ronan Keating’, dan dirinya
sendiri. Sementara Mark merenung di kolam ikan yang ada di taman kecil basecamp
di dekat dapur. Mark memilih untuk bermain game android
andalannya yaitu pou yang dia namakan Nadine_Fredickson. Mark mulai bosan
memainkan game android andalannya tersebut. Mark menaruh
handphone-nya di saku celananya dan Mark segera menuju ke dapur. Rupanya Mr.
Kian Egan telah selesai memasak spaghetti dengan saus Bolognese ditambah dengan
sedikit daging giling, keju parut, serta sedikit daun oregano yang sudah
dicincang halus. Mark segera duduk di kursi makan, siap untuk menikmati makanan
yang terlihat amat lezat ini.
“Hm kelihatannya enak ni makanan..”,
Mark sudah siap menyerbu spaghetti yang dimasak Kian.
“Eh jangan dimakan dulu KEBO,
tunggu yang lain”, entah kenapa Kian juga ikut-ikutan Shane dan Nicky yang
memanggil Mark dengan sebutan KEBO.
“Ah KEBA KEBO, aku tak
mempunyai sifat seperti KERBAU. You know?”, Mark mulai merasa tak suka
dengan julukan KEBO terhadap dirinya.
“Aku hanya ikut-ikutan Shane dan
Nicky, hehehe. Peace Mark”, Kian membereskan meja kerja dapur yang amat
berantakan.
“Aku dan Nicky memberimu nama KEBO
karena kamu kalau makan paling banyak dan juga kalau tidur paling lama,
parahnya susah dibangunin”, tiba-tiba Shane dan Nicky sudah ada di dapur.
“Nah, firasat gue benar.. Makanannya
sudah siap. Hm baunya harum”, Nicky mencium aroma spaghetti yang masih hangat
itu.
“Lu kalah taruhan Nix, tadi di kamar
gue bilang Kian masak spaghetti sedangkan lu bilang Kian masak sop buntut sapi.
Berarti jatah makan lu kali ini buat gue, hehehe”, Shane mengambil piring Nicky
yang sudah ada spaghettinya itu.
“Ah gak bisa gitu dong Short, lu gak
berperi kemanusiaan. Gak adil lu, di dalam Undang-Undang Negara tidak
diperbolehkan menelantarkan orang”, Nicky mulai merayu Shane.
“Tidak diperbolehkan menelantarkan
orang miskin termasuk anak yang kurang mampu”, Mark membenarkan kata-kata atau
ucapan Nicky.
“Iya tu benar apa kata Mark”, Kian duduk di kursi makan samping
Mark dan Shane.
“Ah ok-ok gue mengaku, gue kalah taruhan
sama Shane.. Oya guys, nanti malam gue ngundang kalian semua ke rumah gue”,
ucap Nicky.
“Buat apa gue ke rumah lu?”, tanya Shane.
“Gue mau ngadain acara nyambut tahun baru,
ya barbeque-an gitu..”, Nicky mengambil gelas di dekat cucian piring.
“Boleh ngajak istri sama anak gue gak?
Kebetulan mereka ada di rumah adik ipar gue di dekat Croke Park”, tanya Shane.
“Yaelah ya boleh Shane.. ini kan acara
umum”, ucap Nicky.
“Istri sama anak gue gak ikut ya?”, Kian
membereskan meja makan.
“Loh kenapa?”, Nicky terkaget.
“Istri gue kan habis ngelahirin!!!”, bentak
Kian.
“Oh iya deng -_- “, Nicky mulai tidak
connect.
“Istri aku boleh ikut kan?”, tiba-tiba Mark
berbicara seperti itu.
Seketika Shane, Nicky, dan Kian memandang
ke arah Mark secara serempak dengan berbagai macam ekspresi.
“Sabar ya Mark, lu pasti akan nikah. Lu
mending jangan menghayal dulu deh”, Kian mengelus-ngelus punggung Mark.
“Eeee maksudku calon istri-ku”, ucap Mark
dengan nada datar.
“Siapa calon istrimu?”, tanya Kian dengan
wajah penasaran khas-nya.
“Siapa lagi kalau bukan Tn. Kevin McDaid!”,
tiba-tiba Nicky asal ceplos.
“Bukan”, Mark menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Siapa sih?”, Shane mencuci piringnya.
“Aha! I know that.. Nadine Fredickson!”,
Kian mencoba menebak.
“Yeah Kian, You’re right…”, Mark menepuk
pundak Kian.
“Heheheh benar juga tebakan gue”, Kian
cengar-cengir.
“Oh orang tadi ye…”, logat betawi Shane
telah keluar.
Mark hanya mengangguk-anggukan kepalanya,
tanda bahwa perkataaan Shane tadi betul.
“Boleh, ajak aja…”, Nicky mengelap
tangannya yang basah,
“Ok..”, Mark langsung mengeluarkan hp-nya
dari saku celana-nya.
Mark memilih menelpon Nadine di dekat kolam
ikan.
“Halo, selamat siang Nadine Fredickson”, Mark mengawali percakapan.
“Eeeee ini maaf ini siapa?”, tanya Nadine
dengan nada penasaran.
“Gimana sih kamu, nomor telephone ku belum
disave ya”, Mark sedikit bernada tinggi.
“Oh.. iya pasti kamu itu… bentar tak balas
ucapan selamat siang-mu”, ucap Nadine.
“Hmmmm”, ucap Mark yang sangat datar
sekali.
“Selamat siang juga Mark Feehily”, ucap Nadine.
“Nah…Kau sudah sampai rumah?”, tanya Mark
kepada Nadine.
“Sudah Mark, kamu?”, balas Nadine.
“Sudah..”, ucap Mark.
“Kamu kenapa? Suara kamu kok berbeda, kamu lagi sedih? Cerita dong
denganku”, ucap Nadine.
“Hm nanti akan kuceritakan sama kamu Nadine, tetapi tidak melalui
telepon ini. Bagaimana nanti malam kamu dandan yang cantik dan kita main ke rumah Nicky? Tenang aku yang jemput dan mengantar kamu kok”, Mark
tersenyum.
“Loh memang ada acara apa di rumah Nicky?”,
tanya Nadine.
“Nicky ngadain acara barbeque-an untuk
nyambut tahun baru, nanti malam”, ucap Mark.
“Em gimana ya? Hahaha iya deh Mr. Feehily, aku tunggu ya nanti”,
ucap Nadine.
“Sudah itu saja Nad, aku ada keperluan. I’ll see you again..”, Mark
menutup percakapan.
“Eh iya, I’ll see you again”, Nadine menutup handphonenya.
**
Hari
sudah menjelang malam. Langit sudah mulai gelap. Shane, Kian, Nicky, dan Mark
siap-siap menuju rumah Nicky untuk menghadiri acara yang dipersiapkan Nicky.
“Rapi bener lu Mark”, Shane memandang Mark.
“Iya dong, kan mau jemput orang yang
special”, Mark tersenyum kepada Shane.
“Semoga aja kagak ketahuan Kevin, Mark”,
Kian menarik jaket-nya yang tersangkut di bawah barang-barang Ronan yang
menggunung di sofa ruang tengah.
“Semoga”, Mark mengambil kunci mobil
miliknya yang tergantung dibalik pintu basecamp.
Tiba-tiba handphone Mark berdering….
“Halo selamat sore, Mark Feehily disini”,
Mark mengawali percakapan.
“Aku mau putus..”, ucap seseorang disana.
Mark mengenal jelas suara itu.
“Se-se-se-se-rius kamu? Kevin…”, Mark
terkaget.
“Kita lebih baik putus, hubungan kita sudah
tidak bisa dipertahankan. Kamu terlalu sibuk dengan Westlife”, ucap Kevin.
“Tapi bukannya kamu sudah terbiasa jika aku
sibuk dengan Westlife?”, tanya Mark.
“Iya memang sudah terbiasa, tapi…”, ucap
Kevin.
“Tapi apa? Jelaskan padaku, Kevin”, ucap
Mark.
“Aku sudah bosan denganmu, aku sudah
menemukan orang baru yang bisa menggantikan posisi-mu dihatiku”, Kevin
menjelaskan dengan nada agak tinggi.
“Jadi selama ini kamu menghilang dari-ku?”,
Mark terkaget.
“Iya Mark..”, ucap Kevin dengan nada datar.
“Dasar tukang selingkuh!!!”, bentak Mark.
“Maafkan aku Mark..”, ucap Kevin.
“Ok, fine. Mulai sekarang kita putus! Itu
kan yang kamu mau.. Huh sebel aku sama kamu. Aku dikhianati sama kamu, kamu
mengkhianati cinta kita. Cinta yang kita tanam sejak 7 tahun yang lalu, kini
gugur semua. Selamat sore!”, Mark menutup handphone-nya dengan kesal.
Kian, Shane, dan Nicky tiba-tiba datang
menghampiri Mark.
“Kamu kenapa kok aku dengar dari dapur
suara kamu seperti orang marah?”, tanya Kian.
“Aku putus sama Kevin”, Mark duduk di sofa
ruang tamu basecamp. Air mata Mark mulai jatuh, menyelimuti pipinya yang sayu
merah.
“Sudahlah sabar, biasalah orang pacaran”,
Shane menyerahkan kotak tisu kepada Mark.
“Iya betul apa kata Shane, Mark”, Nicky
prihatin akan keadaan Mark sekarang.
“Makasih semuanya, kalian sudah menenangkan
aku. Aku tidak menyangka, Kevin bisa berbicara seperti itu”, Mark menghapus air
matanya.
“Guys ini sudah hampir jam setengah 8
malam. Ayo guys cabut”, Nicky melihat ke arah jam dinding.
“Oya Mark,kamu kan harus menjemput Nadine”,
Kian mengingatkan Mark.
“Oya aku lupa, pasti Nadine sudah
menungguku. Aku sampai lupa. Guys aku duluan ya”, Mark bangkit dan terburu-buru
menuju mobilnya.
**
Nadine telah
berdandan cantik dengan memakai pakaian santainya yaitu blus dan celana
pendek favoritnyatentu saja Nadine memakai make up di
wajahnya.
“Ciyee, yang mau nge date”, kakak
Nadine yang bernama Kevin meledek Nadine.
“Ah kakak.. tidak kok”, wajah Nadine
telah memerah akibat perkataan kakaknya.
“Cowoknya siapa ni?”, tanya Kevin
Fredickson.
“Kakak tau Mark Feehily?”, tanya
Nadine.
“Tau lah, dia kan famous banget
dek”, ucap Kevin Fredickson.
“Tau kan kak, nah aku mau ketemu
sama dia..”, Nadine membenarkan gaunnya.
“Ngarep lu dek, gue aja yang nge
fans sama Westlife kagak pernah ketemu langsung sama mereka. Paling juga
ketemunya di Youtube. Hahahaha lucu lu dek..”, Kevin Fredickson masih meledek
Nadine.
“Ok, kalau gak percaya. Buktikan
saja nanti”, ucap Nadine.
“Siapa takut?”, Kevin Fredickson
meninggalkan Nadine.
Mark telah sampai di rumah yang begitu
besar dan megah milik keluarga Fredickson.
“Gile…. Gedong banget ni rumah, ngalahin rumahku nih”, gumam Mark.
Ting Tong..
Mark memecet bel rumah keluarga
Fredickson.
Kevin Fredickson membuka pintu rumah
yang megah itu.
“Halo, selamat malam”, Mark menyapa
Kevin Fredickson.
“Ma.. ma… ma… Mark Feehily?”, Kevin
Fredickson merasa terkaget akibat kehadiran Mark ke rumahnya.
“Iya, Nadine Nad Fredickson apakah
ada?”, tanya Mark.
“Ada… Silahkan masuk”, Kevin
Fredickson mempersilahkan Mark masuk ke dalam rumahnya.
“Terimakasih”, Mark mengucapkan
terimakasih terhadap kakaknya Nadine itu.
“Boleh minta
foto sama tanda tangannya kan?”, Kevin Fredickson terlihat agak nevous.
Mark hanya mengangguk-anggukkan
kepalanya, lalu Kevin Fredickson mengambil sebuah buku dan handphone
miliknya. Kevin Fredickson meminta tanda tangan Mark dan Kevin Fredickson
berfoto bersama Mark.
“Makasih Mark, sebentar saya panggilkan
adik saya dahulu”, ucap Kevin Fredickson.
“Oh, Nadine itu adik kamu?”, Mark terkaget.
“Iya..”, Kevin Fredickson segera ke kamar
Nadine.
Sesampainya di kamar Nadine..
“Gue kalah taruhan -_-“, Kevin
Fredickson mengagetkan Nadine.
“Kakak!! Mengagetkanku saja”, Nadine
melemparkan sebuah bantal ke muka kakaknya.
“Huh, pangeranmu telah menunggu”,
Kevin Fredickson meninggalkan Nadine.
Nadine segera menuju ke ruang tamu.
“Mark?”, Nadine memanggil Mark.
Mark menoleh ke arah Nadine.
“Wow dia cantik sekali”, gumam Mark.
“Mark awas”, teriak Nadine.
“Ada apa?”, tanya Mark.
“Tepat di belakangmu..”, jawab
Nadine.
Mark melihat ke arah belakang dan
melihat anak-anak kecil berlari mengejar salah satu pria dewasa.
“Uncle Simon, jangan lari”, teriak
salah satu anak kecil.
“Uncle, capek”, salah satu anak
mengeluh.
“Awas!!!”, teriak pria dewasa
tersebut.
Mark dan Nadine menghindar.
“Hay, aunty…”, salah satu anak
menyapa Nadine.
“Kau tampak cantik sekali Aunty.
Have a Nice Day, Aunty”, salah satu anak memuji Nadine.
“Uncle Simoooon, tunggu aku”, teriak
anak paling kecil diantara yang lainnya.
“Hahaha keponakan kamu ya?”, tanya
Mark.
“Iya, maafkan keponakanku yang nakal-nakal”, Nadine menundukkan kepalanya.
“Tak apa, mereka lucu. Aku suka anak
kecil”, Mark tersenyum dengan manisnya.
“Hahaha mereka memang lucu-lucu”,
Nadine ikut tersenyum.
“Ya sudah, ayo berangkat”, Mark menarik tangan Nadine.
**
Mark membawa Nadine ke rumah Nicky. Tak sampai 30 menit, mereka telah sampai di rumah megah
milik Nicky. Mark membukakan pintu untuk Nadine. Mereka berdua segera masuk ke
rumah Nicky. Disana, Mark melihat Shane sedang bersama Gillian. Nicky dan
Georgina sedang mempersiapkan alat pemanggang daging. Kian sedang menelpon
Jodi. Sedangkan anak-anak mereka sedang bermain di halaman belakang rumah Nicky
yang amat luas.
“Rocco, kalau bisa kamu ngejar aku.. sini”,
ucap Nicole dengan riang-nya.
Rocco segera mengejar Nicole. Mark melihat
Rocco yang sedang mengejar Nicole, ia jadi teringat ketika ia mengejar Nadine.
Flashback 28 Mei 1987
“Hei yang ulang tahun, ini hadiah buat
kamu”, ucap Nadine.
“Yeeee dapat hadiah, hore”, Mark
menghampiri Nadine
“Selamat ulang tahun Mark..”, Nadine
menyerahkan sebuah bungkusan.
“Aku buka ya…”, Mark membuka kado dari
Nadine.
“Iya, silahkan”, Nadine tersenyum dengan
indahnya.
“Wah, sebuah buku cerita kesukaanku.
Makasih Nadine!”, Mark memeluk Nadine.
“Iya, sama-sama”, ucap Nadine.
“Kamu memang sahabatku paling baik,
Nadine!” Mark melepaskan pelukan.
“Oya aku punya satu hadiah lagi buatmu”,
ucap Nadine.
“Apa? Apa? Kasih tau aku..”, Mark
penasaran.
“Sebentar ya, aku ambil dulu di rumah”,
Nadine segera menuju rumahnya.
Beberapa lama kemudian..
“Lama banget, Nadine”, Mark menunggu
Nadine.
“Ini hadiah buat kamu”, Nadine menyerahkan
sangkar burung kenari beserta isi-nya.
“Makasih, apa ini?”, Mark menerima hadiah
dari Nadine.
“Liat saja..”, Nadine cengar-cengir.
Mark menaikkan sangkar burung dan
melihat-nya.
“Ini bu-bu-burung?”, tanya Mark.
“Iya”, Nadine mengangguk-anggukan
kepalanya.
“Wa…”, Mark membanting sangkar burung itu
dan burung itu terlepas.
“Loh kok dibuang, liat tu burungnya lepas”,
Nadine kecewa.
“Kamu mau ngerjain aku ya?”, tanya Mark.
“Aaaa ketauan deh”, ucap Nadine dengan nada
sedikit manja.
“Awas ya kamu, aku tangkap kamu”, Mark
berancang-ancang untuk mnangkap Nadine.
“A.. takut”, Nadine berlari.
“Sini kamu”, ucap Mark yang mulai berlari
mengejar Nadine.
Mark mengejar Nadine, tiba-tiba Mark meraih
tangannya.
“Kena kamu”, ucap Mark.
“Aaaa”, Nadine berhenti.
“Hehehe aku berhasil menangkapmu”, Mark
tersenyum.
**
Back to 31 Desember 2011
“Woi, bengong aja lu.. bantuin gue
manggang”, tiba-tiba Nicky mengagetkan Mark.
“Ah kamu, ngagetin aku aja”, ucap Mark.
Mark membantu Nicky memanggang daging.
Sementara Kian bermain dengan keponakan-keponakannya, Shane bermain dengan
Rocco dan Jay, dan para ladies lagi ngumpul.. biasalah bicarain soal masalah
wanita, rumah tangga, dan lain-lain yang berbau gossip. Tidak terasa, waktu
telah menunjukkan pukul 23.58 waktu Irlandia (GMT + 0).
“2 menit lagi guys”, Shane melihat jam
tangannya.
“Ayo ambil terompetnya”, ucap Georgina.
“Sayang, ayo bangun”, Gillian membangunkan
Patrick yang sedang tidur.
“Sebentar ya guys, aku mau ke mobil dulu”,
ucap Mark.
“Cepetan, lari sana..”, teriak Kian.
“Iya”, Mark berlari secepat mungkin.
Mark datang tepat waktu saat mereka
menghitung mundur dari 10.
“Lu ngambil apa sih Mark?”, bisik Nicky.
“Rahasia”, ucap Mark.
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1….
Peeeeettttttttt….
Terdengar dimana-mana suara terompet dan
suara petasan.
“Happy New Year Everybody!!”, teriak
Gillian.
“Let’s go to the party!”, ucap Georgina.
Patrick, Nicole, Rocco, dan Jay masih
bermain dengan terompetnya masing-masing. Sementara Kian, Shane, dan Nicky
mencoba untuk menyalakan petasan dan kembang api.
“Happy New Year, Mark”, Nadine memeluk
Mark.
“Happy New Year too”, Mark menyambut
pelukan dari Nadine.
“Eh Nadine, ini minuman buat kamu”,
Georgina memberi segelas minuman bersoda.
“Oh iya, makasih”, Nadine melepas pelukan
dan menerima segelas minuman bersoda itu.
Nadine meneguk minuman bersoda itu dan
menaruh gelasnya diatas meja.
“Nadine..”, Mark memanggil Nadine.
“Apa Mark?”, tanya Nadine.
Tiba-tiba Mark mendekati Nadine. Semua
berkumpul melihat Nadine dan Mark.
“Aku tahu, aku bukan orang yang kamu
inginkan. Dan aku tahu, aku bukan laki-laki terbaik di dunia ini. Aku cuma
ingin kamu tahu, aku sangat menyayangimu.. aku sangat mencintaimu. Bersediakah kau
menjadi kekasih hatiku?”, ucap Mark seraya menyodorkan seikat bunga mawar merah
dan mawar putih.
“Oh so sweet”, ucap Gilian.
“Terima..terima..terima…”, ucap Shane,
Kian, dan Nicky kompak.
“Ah aku jadi malu”, ucap Nadine.
“Jawab Nadine!”, teriak Georgina.
“Mark..”, ucap Nadine.
“Iya Nadine”, Mark semakin mendekati
Nadine.
“Aku juga ingin kamu tahu, aku bersedia
menjadi kekasih hatimu. Aku sangat menyayangimu Mark”, ucap Nadine malu-malu.
“Aaaaa romantic banget”, ucap Kian.
“A kiss?”, tanya Mark.
“Alright..”, ucap Nadine.
Mark segera memeluk Nadine dan bibir mereka
bertemu di waktu yang tepat.
1 detik..
2 detik..
3 detik..
Menurut Mark, ini adalah hari terindah
dalam hidupnya. Mark yang semula sedih ditinggal Kevin, kini ia bahagia dengan
Nadine. Kini, Nadine menjadi kekasih hatinya. Nadine yang selama ini dia cari
dan tiba-tiba dia datang sendiri di hadapannya.
Selesai