Kamis, 11 Juni 2020

Studium Generale #2 - The Art of Negotiation

Pada hari Jumat, 30 Agustus 2019 bertempat di ruang E5 dan E6 Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, seorang psikolog bernama Muhammad Kammagama Harismina telah menyampaikan ilmu terkait negotiation skill kepada seluruh mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Studium Generale. Namun sebelumnya, beliau memberikan penjelasan terkait konflik.

Dasarnya sebagai makhluk sosial, kita tentunya memiliki ciri khas masing-masing atau karakter yang berbeda. Antara satu dengan yang lainnya pun tidak mau disamakan dan jika dilakukan akan menimbulkan adanya konflik. Konflik selalu ada di setiap aspek kehidupan sosial dimana ia dapat menjadi sebuah peluang namun dapat pula menjadi suatu sumber masalah atau perpecahan. Hal itu dikatakan sebagai peluang ketika terdapat celah untuk diberikan pemikiran positif demi mendapatkan keuntungan.

Konflik tersebut dapat muncul karena berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah akibat perbedaan persepsi yang mana timbul ketika terdapat ketidakselarasan pemikiran individu yang satu dengan yang lainnya. Artinya, satu individu merasa bahwa hal-hal yang dimiliki individu lain lain mempengaruhi persepsi individu tersebut.

Jika sudah terjadi konflik, kita harus menyelesaikan permasalahan itu dengan 5 prinsip. Prinsip tersebut, yaitu: competing, collaborating, avoiding, dan accommodating.

  • Competing merupakan sikap penyelesaian yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bersama walaupun nantinya akan menimbulkan sikap iri terhadap satu sama lain. 
  • Avoiding berarti kita lari dari masalah yang ada tanpa adanya sebuah aksi lanjutan. 
  • Compromising merupakan sikap kita untuk mencocokkan segala perbedaan agar dapat menyatu. 
  • Accommodating adalah sikap dimana kita memihak pihak yang kalah.
  • Collaborating ialah sikap yang paling baik karena dapat terdapat berbagai solusi yang timbul.

          Penggunaan kelima prinsip di atas haruslah disesuaikan dengan waktu dan lingkupnya. Misalnya, di lingkup keluarga, kita dapat memilih prinsip compromising dan collaborating. Lalu, penyelesaian masalah dengan menggunakan pihak ketiga juga perlu diperhatikan. Pihak ketiga ini berperan sebagai negosiator yang diharuskan bersikap netral dan dapat memahami keduanya. Ia diharapkan dapat mencari celah untuk masuk ke dalam masalah dan mencoba untuk memberikan ketenangan serta meleraikannya.

            Sikap yang dilakukan pihak ketiga itu dapat disebut negosiasi. Negosiasi adalah metode yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah konflik. Hal ini dilakukan atas dasar proses tawar menawar baik secara distributif ataupun integratif. Perbedaan antara tawar menawar distributif dan integratif tersebut dapat digambarkan pada tablel di bawah ini.

Indikator

Distributif

Integratif

Tujuan

Berusaha membagi sumber daya yang jumlahnya tetap.

Contoh: mendapatkan profit sebanyak mungkin.

Menciptakan solusi menang-kalah atau saling menguntungkan.

Contoh: membagi profit sama rata sehingga kedua belah pihak puas.

Motivasi

Menang-kalah

Menang-menang

Fokus

Posisi/memiliki

Kepentingan Bersama

Kepentingan

Berlawanan

Selaras

Lama hubungan

Jangka pendek

Jangka Panjang

Tingkat berbagi informasi

Rendah

Menurutnya, berbagi informasi hanya akan memungkinkan pihak lain mengambil keuntungan dari dirinya.

Tinggi

Menurutnya, berbagi informasi adalah untuk kepentingan bersama.

Penggunaan kedua jenis tawar menawar di atas haruslah disesuaikan dengan keadaan nyata yang dihadapi di lapangan. Pihak ketiga diharapkan jangan sampai salah mengambil langkah karena jika salah maka masalah tersebut tentunya tidak akan terselesaikan secara baik.

            Untuk meminimalisir kesalahan, pihak ketiga seharusnya memiliki kemampuan dasar dalam bernegosiasi. Kemampuan-kemampuan dasar tersebut, yaitu: kemampuan beradaptasi, communication skill, berpikir kritis, mengumpulkan perspektif orang lain, sabar (mengontrol emosi secara baik), dan mempunyai daya tahan untuk bertahan menghadapi proses negosiasi yang lama. Setelah dirasa mempunyai karakteristik kemampuan tersebut maka ia dapat melakukan aksinya.

Proses negosiasi yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, seorang negosiator perlu melakukan persiapan dan perencanaan untuk mengetahui tujuan negosiasi. Kedua, ia harus menetapkan aturan-aturan dasar negosiasi kepada pihak yang berkonflik. Misalnya, ketika A berbicara maka B harus diam dan mendengarkan. Ketiga, terjadi klarifikasi dan justifikasi untuk menguatkan, klarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan. Keempat, negosiator tersebut masuk ke dalam masalah dan mencoba untuk melakukan tawar menawar guna mencari solusi yang terbaik. Terakhir yang kelima adalah mengimplementasikan dan melakukan pengawasan pasca kejadian tersebut.

Dalam kelima proses itu diharapkan dijalankan dengan adanya komunikasi yang efektif dimana negosiator harus benar-benar hadir di dalam percakapan (mendengar aktif yang mana ekspresi dan nada suara selaras) dan berempati. Empati merupakan tingkat mendengarkan yang paling atas. Tingkatan mendengarkan dari paling atas ke bawah adalah sebagai berikut.

1.      Empathic Listening

2.      Attentive Listening

3.      Selective Listening

4.      Pretend Listening

5.      Ignoring

Tentunya sikap mengabaikan atau tidak mendengarkan lawan bicara adalah hal yang perlu dihindari oleh negosiator atau penengah dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

 Setelah mendapatkan materi negotiation skill dari pembicara, saya dapat lebih mengerti bagaimana cara bersikap ketika menghadapi sebuah konflik dari sisi kita yang sedang bermasalah maupun sisi saat menjadi penengah diantara yang bertikai. Seorang penegah atau negosiator merupakan orang yang mampu menyelesaikan masalah melalui proses negosiasi dengan kemampuan dasar yang dimilikinya. Tentunya ilmu yang diberikan pada Studium Generale ini akan sangat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa ke depannya dan diharapkan dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan sosial mereka.

Label:

Studium Generale #1 - Kemampuan Berkomunikasi Tertulis

Pada hari Jumat, 23 Agustus 2019 bertempat di ruang E5 dan E6 DTETI, seorang pengajar sekaligus psikolog bernama Gita Aulia Nurani telah menyampaikan ilmu terkait written communication skill kepada seluruh mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Studium Generale. Namun sebelumnya, beliau memberikan penjelasan terkait soft skill. Soft skill merupakan kemampuan yang secara tidak langsung didapatkan saat berinteraksi dengan orang lain. Tahun ini tercatat ada beberapa keahlian yang sangat dibutuhkan, yaitu: conflict management (pengelolaan emosi dan rasionalitas ketika menghadapi masalah), time management (pembagian waktu dan kedisiplinan diri), stress management (pengelolaan diri ketika menghadapi situasi penuh tekanan), communication (komunikasi lisan maupun tertulis), dan company culture (daya adaptasi dan kelenturan seseorang menerima lingkungan baru). Selain keahlian tersebut, di abad ini kita telah membutuhkan lebih banyak skill seperti literasi, numerik, literasi sains, literasi ICT, literasi finansial, literasi budaya, berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, sikap ingin tahu, inisiatif, kepemimpinan, dan kewaspadaan terhadap sosial budaya untuk menghadapi era digitalisasi di Indonesia.

Era tersebut sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dimana mereka akan sangat bergantung pada keberadaan gadget. Hal ini selaras dengan salah satu fakta yang mengatakan bahwa 130 juta dari 268,2 juta penduduk Indonesia adalah pengguna aktif mobile social media. Bahkan rata-rata penggunaannya telah mencapai angka 8 jam per hari sehingga munculah istilah “no mobile phone phobia”. Istilah tersebut digunakan ketika terdapat seseorang yang sudah sangat menggantungkan hidupnya menggunakan smartphone. Mereka menganggap bahwa barang tersebut merupakan kebutuhan utama di dalam kehidupan karena memiliki manfaat yang begitu kompleks. Namun fenomena ini memberikan dampak negatif terhadap kemampuan berkomunikasi seperti kasus mendapatkan e-mail yang tidak jelas dan tidak terstruktur kalimatnya serta seringnya mendapatkan pesan yang ambigu dimana pesan tersebut tanpa didahului adanya perkenalan diri pengirim.

Kemampuan berkomunikasi yang dimaksud di atas adalah kemampuan berkomunikasi secara tertulis. Komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi resmi yang biasanya berbentuk surat, laporan, cover letter (surat pembuka dalam lamaran kerja), CV (berisi informasi diri dan riwayat hidup yang relevan), dan portfolio (kumpulan karya, prestasi, dan kegiatan) yang berdasar pada kelengkapan, keringkasan, kekonkretan, kejelasan, dan kesopanan. Selain itu, komunikasi ini berprinsip pada attention (penarikan perhatian), desire (pemunculan rasa ingin tahu), dan action (terdapat perilaku tertentu setelah membaca). Jadi setelah membaca sesuatu yang kita kirimkan, pihak personalia diharapkan dapat tertarik dan ingin tahu lebih tentang diri kita di internet sehingga suatu saat dirinya akan melakukan aksi untuk menghubungi kita.

Demi terwujudnya harapan tersebut, ternyata banyak yang harus diketahui sejak dini beberapa aturan dalam berkomunikasi secara tertulis di setiap jenisnya. Pertama tentang cover letter dimana panjangnya tak boleh melebihi ¾ halaman. Namun di dalamnya harus memuat struktur tempat dan tanggal surat dibuat, tujuan pengiriman (ke HRD, personalia, atau sesuai kualifikasi), paragraf (pembuka, inti, kesimpulan), dan tanda tangan pengirim surat. Mengenai paragraf, bagian tentang penjelasan diri dapat dituliskan pada paragraf pertama tetapi kita tidak boleh menonjolkan diri kita secara berlebihan. Kemudian bagian kegiatan dituliskan di paragraf kedua dan paragraf terakhir memuat kontak yang dapat dihubungi sewaktu-waktu.

Selanjutnya jenis komunikasi yang kedua adalah CV atau curriculum vitae. Jenis ini sering salah dikirimkan ketika pihak perusahaan meminta berkas portfolio. Akan tetapi ternyata keduanya tidaklah sama. Perbedaan yang pertama adalah CV menggambarkan diri berdasarkan deskripsi kata dan biodata yang dicantumkan lengkap sedangkan portfolio menggambarkan potensi dan kemampuan berdasarkan kumpulan karya. Kedua, dalam CV informasi yang diberikan harus dirangkum dengan lengkap namun sesederhana mungkin tetapi dalam portfolio menggambarkan potensi dan kemampuan diri. Ketiga, CV dimaksudkan untuk menggaet hati rekruter lewat informasi latar belakang, pendidikan, organisasi hingga keahlian. Sementara itu, portfolio bermaksud sebagai sarana untuk membuktikan apa yang pernah dibuat. Keempat, dalam CV daftar pengalaman kerja dan organisasi dituliskan secara urut dengan jarak maksimal 4 tahun. Namun di portfolio riwayat keahlian atau hasil karya dapat dibuat selengkap mungkin. Terakhir, CV dapat ditunjukkan ke beberapa posisi yang ingin dilamar sedangkan portfolio secara spesifik terkait beberapa keahlian dengan maksimal 5 macam.

Setelah mengetahui perbedaannya, kita juga harus mengetahui struktur CV itu sendiri. Struktur tersebut adalah identitas pribadi, pendidikan, pengalaman (organisasi/kerja), dan kemampuan diri (skill). Poin yang pertama yakni identitas pribadi berisikan nama lengkap (tanpa gelar pendidikan), tempat dan tanggal lahir, alamat, foto, e-mail, dan sosial media seperti instagram dan linkedIn. Terkadang hobi dituliskan namun tidak wajib ada. Kemudian poin yang kedua adalah pendidikan yang berisi tempat, jurusan, tahun, dan IPK. Untuk penulisan ini, pendidikan yang digunakan ialah mulai dari pendidikan menengah ke atas sampai pendidikan terakhir. Lalu, poin yang ketiga yakni pengalaman organisasi atau kerja.

Pada pengalaman organisasi, kita dapat memasukkan organisasi yang pernah diikuti dalam jangka waktu 4 tahun terakhir dimana organisasi tersebut dapat berupa organisasi di dalam kampus maupun di luar kampus. Selain itu, pengalaman bergabung dengan komunitas, non profit, dan kepanitiaan event dapat dimasukkan. Dalam bagian ini, keseluruhan harus dilengkapi dengan peran kita disana secara singkat. Sementara itu, untuk pengalaman kerja dapat dicantumkan kegiatan yang melibatkan kemampuan pribadi dan mendapatkan imbalan dalam 3 bulan terakhir. Kegiatan tersebut dapat berupa magang, menjadi asisten dosen, dan kerja part time. Sama halnya dengan pengalaman organisasi, bagian ini juga dilengkapi dengan peran/jobdesc secara singkat.

Kemudian, poin yang terakhir adalah kemampuan (skill). Kemampuan pastinya ada soft skill dan hard skill. Untuk soft skill contohnya adalah komunikasi, kepemimpinan, kerjasama, negosiasi, dan berpikir kritis. Pada hard skill, kemampuan berbahasa asing dan penguasaan software atau aplikasi tertentu dapat ditulis. Namun keahlian seperti Ms.Office tak perlu dicantumkan karena hal tersebut sudah lumrah dan tidak lagi istimewa.

CV yang telah dibuat sesuai dengan poin-poin tersebut siap dikirimkan ke perusahaan yang hendak dilamar secara langsung maupun tidak langsung. Jika secara tidak langsung biasanya dikirimkan ke website perusahaan atau e-mail ke bagian personalia. Dalam mengirim e-mail, terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi. Aturan tersebut seperti format dokumen yang digunakan adalah .pdf bukan word, pastikan alamat e-mail tidak aneh-aneh atau formal, subject e-mail harus dituliskan secara jelas dan formal, penulisan pada body text singkat tetapi harus padat, penamaan file secara jelas, dan file dijadikan satu ke dalam WinRAR apabila dokumen yang diminta lebih dari satu.

Terakhir, jenis komunikasi selain cover latter dan CV adalah portfolio. Portfolio dapat berupa foto atau gambar, timeline, video, link, dan screenshot karya yang mengacu pada karakteristik-karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut, yaitu: unique (hasil karya pribadi dan template bebas), specific (menggambarkan keahlian), achieved (prestasi yang telah diraih), dan authentic (tidak mengambil karya orang lain). Kemampuan yang sesuai dengan karakteristik sebelumnya dapat dituliskan secara lengkap dengan halaman yang tidak terbatas. Akan tetapi kemampuannya sebaiknya tak lebih dari 5 macam karena menurut para personalia jika mencantumkan lebih dari itu maka portfolio menjadi tidak ada arah yang pasti.

Setelah mendapatkan materi written communication skill dari pembicara Gita Aulia Nurani, saya dapat mengerti bagaimana cara menyusun cover latter, CV, dan portfolio secara baik dan benar agar menarik saat dibaca. Ternyata dalam penyusunan ketiganya terdapat hal-hal yang perlu digaris bawahi seperti struktur dan acuan penulisan sehingga tentunya ilmu baru ini sangat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa ke depannya.

Label: