Minggu, 15 September 2013

Cerita fiksi "Mark & Nadine"


Mark & Nadine

19 Desember 2011
Menjelang tour Westlife yang semakin padat menjelang Farewell Concert pada menjelang akhir bulan Juni tahun 2012, Westlife tengah disibukkan dengan beragam latihan koreografi untuk konser-konser mereka dalam rangka The Farewell Tour.
“Mark jika kamu tak bangun, akan kuadukan masalah semalam dengan Louis atau gak Ronan!”, teriak Shane yang berdiri di atas tempat tidur Mark.
Semalam Mark pulang ke basecamp Westlife dalam keadaan mabuk berat, tidak biasanya Mark begitu.
“Hmm, ah ngantuk short”, Mark menarik selimut.
“Dasar KEBO!!”, teriak Shane di telinga Mark.
Mark hanya menutupi telinganya dengan bantal dan tidak bangun atau merasa terkaget.
“Gue punya cara jitu..”, Nicky menghampiri Shane.
“Ah apa itu, Nico?”, Shane turun dari tempat tidur Mark.
“Sini gue bisikin”, Nicky mendekati Shane.
Nicky memberi ide kepada Shane yang telah kesal terhadap Mark.
“Sttt, coba lu bilang kalo lu akan masukin ayam ke dalam kamar”, bisik Nicky terhadap Shane.
“Lu yakin?”, jawab Shane.
“Ahhh, apa lu lupa dia kan phobia sama ayam -_-“, bisik Nicky.
“Oh iya ya, pintar sekali kamu”, Shane menepuk pundak Nicky.
“Gue”, Nicky menunjuk dirinya sambil tersenyum bangga.
Shane pergi ke dalam kamar mandi setelah itu Shane kembali menaiki tempat tidur Mark dengan membawa sebuah gayung yang berisi air.
“Mark, awas! Di sampingmu ada ayam!”, teriak Shane.
“Wuaaaa mana?”, sepertinya siasat Shane dan Nicky berjalan mulus, akhirnya Mark membuka matanya lebar-lebar dan merasa terkaget.
“Awas, jangan bergerak Freedie!”, perintah Nicky kepada Mark.
“Cepat, aku mohon singkirkan binatang mengerikan itu keluar dari kamarku”, Mark sekarang merasa ketakutan.
Byurrrr..
Shane menumpahkan air yang di dalam gayung ke kepala Mark.
“Hmmm seger kan lu? Hueheheheh”, Shane tertawa terbahak-bahak.
KEBO bangun! Dah pukul 10 pagi tau”, Nicky menarik kaki Mark.
“Awas kalian ya.. Aku akan balas semuanya! Terutama kamu SHORTY!”, Mark memandang sinis Shane yang baru turun dari tempat tidur Mark.
Mark segera bangun dan langsung pergi ke kamar mandi, sementara Nicky dan Shane dengan  perasaan puas mengerjai Mark pergi ke ruang makan untuk breakfast. Di ruang makan ada sahabat mereka Kian yang sudah menunggu ketiga sahabatnya dan bersiap-siap untuk breakfast. Dia yang mempersiapkan makan pagi untuk ketiga sahabatnya itu.
“Kok mukanya pada cengar-cengir gitu?”, tanya Kian yang sedang mengoles lembaran roti dengan selai cokelat kacang kesukaannya.
“Ah ada deh”, Shane memalingkan wajahnya ke hadapan Nicky.
“Habis lu apain Mark? Kok wajah, rambut, dan bajunya basah? Pasti lu berdua kerjain Mark lagi ya?”, Kian mulai menebak kegiatan Shane dan Nicky di kamar Mark.
“Hahahaha iya Kian, kita habis ngerjain Mark dan mengguyurnya dengan segayung air”, teriak Nicky.
“Dasar kalian berdua!!”, timpal Mark dari dalam kamar mandi.
“Hahahaha”, akhirnya Kian ikut tertawa juga karena ulah kedua sahabatnya itu terhadap sahabat dekatnya Mark.
**
Mark keluar dari kamar mandi dan segera pergi ke dalam kamarnya. Setelah itu Mark menemui ketiga sahabatnya itu di ruang makan. Dengan raut muka yang masih kesal dengan perbuatan yang dilakukan Shane dan Nicky kepada dirinya tadi, Mark mengambil 2 lembar roti dan mengoleskan selai stroberi kesukaannya.
“Ciyeee ada yang masih marah ni ternyata”, ledek Kian.
“Itu lho Kian, 2 bocah itu ngerjain aku lagi. Suka banget sih mereka ngerjain aku”, curhat Mark singkat kepada Kian.
“Yee lagian juga lu kalo tidur susah banget dibanguninnya”, timpal Shane.
“Iya, kaya orang dah mati aja kalo lu tidur!”, tambah Nicky.
“Ahhh sudahlah, kalian seperti anak kecil saja. Sudah Mark, cepat habiskan rotimu dan juga segelas susu itu”, Kian menunjuk ke arah segelas susu berperisa vanila yang telah dibuat Kian.
Setelah Mark, Shane, Nicky, dan Kian selesai sarapan, mereka langsung menaiki sebuah mobil sejenis pajero sport dan segera pergi ke tempat latihan koreografi The Farewell Tour yang letaknya lumayan jauh dari basecamp Westlife. Keaadan jalan-jalan raya di Dublin pada siang hari memang selalu ramai oleh kendaraan-kendaraan penduduk sehingga sedikit mengalami kendala yaitu macet yang membuat Mark, Shane, Nicky, dan Kian terpaksa telat dalam latihan koreografi. Saat sudah sampai lokasi, mereka langsung buru-buru masuk ke dalam lokasi.
“Maaf semua kami telat”, Shane berlari menuju kerumunan dancer yang lama menunggu kehadiran mereka.
“Tidak apa-apa Mr. Shane”, seorang wanita yang merupakan ketua kelompok dancer yang bekerja sama dengan Westlife menjawab ucapan Shane.
“Wow Mark, lihat perempuan itu”, Kian menunjuk ketua kelompok dancer itu.
“Iya Kian. Dia tinggi, rambutnya indah berwarna pirang, matanya hazel”, ucap Mark yang terus memandangi ketua dacer itu.
“Tapi Jodi selalu di hati! Buat kamu aja Mark, eh tapi ntar ada yang marah ya?”, Kian melirik Mark.
“Siapa ah?”, Mark mengangkat kedua alisnya.
“Siapa lagi kalau bukan Mr. McDaid?”, Kian menepuk pundak Mark.
“Kevin?”, jawab Mark lirih.
“Cepat-cepat diambil sana Mark, ntar keburu disambet orang lagi”, ledek Kian kepada Mark yang tengah duduk di sofa.
“Sepertinya aku pernah bertemu wanita itu, tapi dimana ya?”, ucap Mark dalam hati seraya melihat wanita itu.
“Woi!!! Bengong aja lu, denger gak apa yang gue bilang tadi?”, Kian mengagetkan Mark yang sedang melamun tentang wanita itu.
“Hm dengar lah, masa tidak?”, Mark menjawab pertanyaan Kian dengan nada datar.
“Lu kenapa ha?”, tanya Kian kepada Mark.
“Hm tidak apa-apa kok sob”, Mark menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ah gue tau lu nyimpen rahasia sesuatu, ceritain dong sama gue. Siapa tau aja lu rilex setelah cerita masalah lu ke gue”, Kian sebenarnya penasaran dengan hal yang dilamunkan sahabatnya Mark.
“Begini ki, aku pernah bertemu perempuan itu. Tapi aku lupa, aku pernah temuinya dimana. Aku merasa, aku pernah memiliki hubungan sesuatu dengan dia”, Mark menjelaskan.
“Eh yang benar? Kenapa lu gak cerita-cerita ke gue tadi ?”, bisik Kian.
“Ah lu kan dah punyanya Jodi Mary Albert anak dari Mr. George dan Mrs. Eileen Albert, masa gue harus cerita sama lu”, ucap Mark.
“Iya ya, bisa jadi gue diusir dari rumah kalau gue selingkuh”, Kian sudah menerawang keadaan jika Kian selingkuh dari istrinya Jodi.
“Lagian lu juga bentar lagi mau jadi seorang daddy masa lu tega duain istri lu yang tengah hamil tua, bawa-bawa anak lu dalam rahimnya”, Mark ingat jika Jodi istri Kian tengah hamil tua.
“Iya sih, tapi gue penasaran Mark”, ucap Kian dengan wajah khas penasarannya.
“Bagaimana kalau kita kenalan aja dengan dia?”, Mark mendapat sebuah ide baru.
“Hm bisa sih ide lu, tapi bagaimana kalau dia gak ingat kalau dia pernah ketemu lu sebelumnya”, Kian menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya dia tidak merasa gatal, Kian tidak mempunyai ketombe apalagi kutu rambut.
“Ah itu mah gampang Kian, yang penting kita bisa kenalan dulu sama dia. Habis itu kita nyusun rencana lagi untuk masalah inti kita. Setuju?”, Mark menjelaskan penjelasan singkat kepada Kian.
“Hmm ok deh ita kenalan aja dulu, jenius juga lu Mark. Tumben”, ledek Kian.
“Jadi selama ini, kamu menganggap aku gak pintar? Kalo aku gak pintar, aku gak bisa menciptakan sebuah lagu dong”, Mark menatap sinis Kian.
“Hehehe jangan ngeliatin gue kaya gitu dong Mark. Gue gak nyaman diliatin kaya gitu”, Kian mengambil bantal sofa.
“Habisnya kamu seperti itu sih, menyebalkan. Lama-lama juga kamu seperti 2 bocah itu”, Mark mulai kesal dengan Kian.
“Maksudmu 2 bocah itu? Hm Shane dan Nicky?”, tanya Kian pada Mark.
“Ya iyalah siapa lagi kalau bukan mereka, menyebalkan”, ucap Mark.
“Sudahlah Mark, masalah tadi lupakan saja”, Kian menenangkan Mark.
“Iya sih Kian, aku akan mencobanya. Thanks my best friend Kian John Franciss Egan”, Mark memeluk Kian dengan erat.
“Hua, sakit!!!”, teriak Kian yang membuat perhatian dancer-dancer dan tentu juga Shane dan Nicky.
“Mereka ngapain?”, bisik salah satu dancer bernama Ayu Kristiana kepada dancer yang lainnya.
**
Nadine pov
Hari ini aku harus pergi ke tempat latihan koreografi bersama tim kerjaku. Aku tidak tau siapa artis yang mau memakai jasaku ini, dengar-dengar dari teman-temanku sih katanya grup vocal asal Irlandia bernama Westlife. Aku segera bangkit dari tempat tidurku dan langsung menuju kamar mandi.
“Jika aku bekerja sama dengan Westlife, aku akan bertemu orang itu?”, ucap Nadine lirih saat perjalanan menuju kamar mandi.
“Kenapa kamu nak?”, ucap seorang wanita separuh baya dengan membawa 25 buah piring makan ke meja makan.
“Ha, tak apa mam”, aku segera melanjutkan perjalanan menuju kamar mandi yang terletak di halaman belakang rumah.
“Huh anak muda jaman sekarang”, wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Yap wanita itu adalah Nyonya Marrie Marrielle Fredickson. Wanita itu adalah istri dari ayahku yang bernama Will Williams Fredickson. Otomatis wanita itu adalah ibuku.
“Sayang, cepat selesaikan mandimu. Mam, dad, dan kakak-kakakmu sudah menunggumu di ruang makan”, teriak mam Marrie
“Iya mam, sebentar lagi. Nanti saya menyusul saja”, ucapku dari dalam kamar mandi.
Aku adalah Nadine Nad Fredickson, aku anak bungsu dari delapan bersaudara. Aku berumur 29 tahun, perbedaan umurku dengan kakakku yang ke tujuh hanya berbeda 2 tahun saja. Semua kakakku sudah berumah tangga dan mereka semua tinggal di rumah mam dan dad yang bisa dibilang besar dan luas, sehingga suasana rumah selalu ramai. ketujuh kakakku berjenis kelamin laki-laki, bernama: Wilson, Liam,Peter, Kevin, George, Charles, dan Simon. Istri mereka bernama: Kate, Ellena, Nicole, Emelie, Mariella, Gloria, dan Gillian. Aku juga sudah mempunyai keponakan-keponakan kecil penerus keluarga Fredickson, tapi sayangnya semua keponakanku berjenis kelamin laki-laki. Keponakan-keponakanku bernama: Erick, Louise, Raymon, James, Steven, Garry, Nicky, dan Greyson.
Beberapa lama kemudian aku keluar dari kamar mandi.
“Aunty telat!”, teriak Greyson dengan nada celatnya. Greyson adalah keponakanku dari pasangan Simon dan Gillian.
“Hahaha iya Grey, aunty telat”, candaku kepada Greyson.
“Permisi semuanya, saya dan istri saya ada pengumuman special untuk kalian semua”, ucap kakakku yang bernama Charles.
“Apa Char?”, tanya kakakku Liam.
“Mam dan dad sebentar lagi akan mendapat cucu baru”, kakakku Charles menjelaskan.
Semua anggota keluargaku bersorak gembira tentang kabar yang menggembirakan itu dan mereka mengucapkan selamat kepada kakakku Charles dan istrinya Gloria.
“Aunty, ada apa cih?”, ucap keponakanku yang bernama Nicky.
“Kamu akan punya adik baru, sayang” aku mengelus lembut pipi keponakan kecilku itu.
Tak lupa, aku juga memberikan selamat kepada kakakku.
“Congratulation Mr. Charles and Mrs. Gloria”, aku memeluk kakakku Charles.
“Thank you my sister, tapi ngomong-ngomong kapan nih kamu nyusul kakak-kakakmu?”, kak Charles berbisik di telingaku.
“Entah”, jawabku lirih.
Setelah breakfast selesai aku segera berangkat menuju tempat latihan koreografi  yang letaknya tak jauh dari rumahku. Ketika sampai di lokasi, aku disambut oleh teman-teman sesame dancer. Tak lama kemudian suara mobil terdengar olehku dan datanglah satu per satu anggota personil Westlife. Aku melihat seorang pemuda, air mataku tak dapat bertahan lama tertampung di dalam mataku. Air mataku pun jatuh di pipiku sebagai air mata kebahagiaan, karena aku bisa melihat seorang pemuda yang menjadi cinta pertamaku. Seseorang yang sangat aku cintai, aku tak mungkin melupakan pria itu begitu saja dari kehidupanku selama ini. Aku mengusap air mataku dan aku mencuci wajahku di wastafel, beberapa menit kemudian aku bersama teman-teman sesama dancer berkumpul dan latihan koreografi bersama dengan Westlife.
**
Back to Author pov
Westlife sudah latihan hampir 2 jam bersama kelompok dancer, waktunya the lads untuk istirahat sejenak dan bersiap-siap untuk kembali ke basecamp.
“Apa lu jadi Mark?”, tanya Kian pada Mark yang tengah meneguk sebotol air mineral.
“Enggak, coba liat berkas itu”, Mark memerintah Kian.
Kian mengambil sebuah map yang berada di atas meja di dekat sofa yang diduduki Mark dan Kian.
“Hm, profil tentang para dancer”, ucap Kian kepada Mark seraya ia membuka map itu.
“Nah itu, kita menggunakan itu saja”, Mark menaruh sebuah botol air mineral ke meja.
“Apa kamu masih ingat namanya?”, Kian menatap wajah Mark.
“Sedikit”, ucap Mark.
“Aku bacain namanya satu-satu ya”, Kian bersemangat.
“Iya , silahkan Mr. Kian Egan tetapi pelan-pelan saja nadanya”, Mark mempersilahkan Kian.
“Yang pertama ada Ayu Kristiana”, ucap Kian.
“Hm bukan”, Mark menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yang kedua ada Etna Puji Astuti, namanya menarik tu Mark ‘Etna’”, puji Kian kepada nama salah satu dancer.
“Bukan Kian”,ucap Mark lirih.
“Yang ketiga ada Ridwan Kusumah, ini mah cowok. Yang keempat ada Hasna Hanifah”, Kian membaca dengan nada agak tinggi.
“Woi pelan-pelan, bukan Kian”, Mark mencubit paha Kian.
“Aduh Mark, sakit tau. Yang kelima ada Venuela Rider, yang keenam ada Fenella Bilson, yang ketujuh ada Chiko Lewis, yang kedelapan ada Edward Roger, yang kesembilan ada George Custer, dan yang terakhir ada Nadine Fredickson”, ucap Kian.
“Nadine Fredickson?”, tanya Mark.
“Yap”, Kian menutup map dan menaruhnya di atas meja.
“Nadine Nad Fredickson, itu nama lengkapnya?”, Mark mengingat-ingat nama wanita itu.
“Sebentar”, ucap Kian lirih.
Kian kembali membuka mapnya dan mencari kertas yang isinya profil tentang salah satu dancer bernama Nadine Fredickson.
“Ha.. Iya Mark, nama lengkapnya Nadine Nad Fredickson. Alamat rumahnya di Dublin”, Kian merasa terkaget.
“Jadi dia itu..”, Mark mengelus-ngelus dagunya.
“Jadi apa?”, Kian penasaran.
“Dia teman masa kecilku, Kian. Dia sahabatku dulu”, aku mengguncang-guncang tubuh Kian.
“Oh my god, sumpah lu Mark”, Kian merasa tak percaya.
Mark segera bangkit dari tempat duduknya, ia segera menemui Nadine.
“Nadine”, teriak Mark.
Nadine membalikkan tubuhnya menghadap ke Mark, ia memandangi Mark.
“Ada apa sir?”, tanya Nadine dengan gaya bicaranya yang lembut dan suara khasnya yang indah.
“Kamu yang namanya Nadine Nad Fredickson kan?”, Mark mendekati Nadine.
“Em iya sir, saya Nadine Nad Fredickson”, ucap Nadine dengan nada agak nervous.
“Apa kamu masih mengingat aku?”, tanya Mark.
Nadine merasa tak percaya bahwa Mark masih mengingat dia, padahal ia dan Mark telah berpisah selama 24 tahun lamanya.
Flashback 24 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 19 Desember 1987.
“Apa kamu yakin akan meninggalkanku, Mrs.Fredickson”, tanya Mark pada seorang anak perempuan yang 2 tahun lebih muda darinya.
“Maafkan aku, Prince Markus Michael Patrick Feehily”, anak perempuan itu menundukkan kepalanya.
Yap anak perempuan itu adalah Nadine Nad Fredickson yang masih berumur 5 tahun.
“Aku tak mau kau meninggalkanku, nanti aku main dengan siapa? Aku tak punya sahabat lain selain dirimu, Princess Nadine”, Mark meraih tangan mungil Nadine.
“Tenang Mark, kamu masih punya teman yaitu adikmu Barry yang masih berumur 2 tahun. Jika kita dewasa kelak, kita pasti akan bertemu lagi. Temui aku di Dublin, Mark”, ucap Nadine.
“Bagaimana jika kita pernah bertemu kelak, tetapi aku tidak mengenalimu?”, Mark mengeluh.
“Hi Mark, lihat wajah aku”, Nadine memerintah Mark.
Mark menatap wajah imut Nadine.
“Kamu bisa kenali aku dengan rambut blonde aku yang lurus, mata hazel aku, dan hidungku yang mancung walaupun tak semancung hidungmu Mark”, ucap Nadine.
“Tapi jika kamu mengganti warna rambutmu bagaimana? Jika kamu dewasa memakai softlenss bewarna biru, bagaimana? Aku tak dapat mengenalimu, Nadine”, Mark mengeluh.
“Not and never, Mr.Feehily”, Nadine tersenyum kepada Mark.
“Bagaimana jika aku memiliki pita yang ada di rambutmu?”, tanya Mark.
“Hm pita ini?”, Nadine meraih pita yang bermotif bunga berwarna biru muda kesayangannya.
“Iya”, Mark mengangguk.
“Tapi, bagaimana kalau pita ini rusak? Aku hanya mempunyai satu”, Nadine menundukkan kepalanya.
“Hm aku akan menjaganya, Nadine. I promise..”, ucap Mark dengan wajah malaikatnya dan seyuman termanisnya.
“Iya deh, kamu boleh memilikinya”, Nadine memberikan pita rambutnya kepada Mark.
“Terimakasih Nadine”, Mark memeluk Nadine.
“Aku harus pulang sekarang Mark, sampai jumpa Mark. Aku menunggumu saat kita dewasa kelak, aku akan setia kepadamu Mark. Aku tak akan melupakanmu”, Nadine meneteskan air matanya.
“Jangan kamu menangis Nadine, aku tak mau kamu menangis. This isn’t goodbye Nadine”, aku mengusap pipi Nadine yang terkena air matanya.
“I wanna say goodbye, Bye Prince Mark”, Nadine melambaikan tangannya.
Ketika Nadine berjalan beberapa langkah, Mark berlari mendekati Nadine.
“Nadine, aku tak mau kamu pergi tapi kita harus berpisah entah sampai kapan. Aku akan menemuimu di Dublin kelak, kita akan bertemu lagi. This I swear..”, Mark memeluk Nadine dari belakang.
“Biarkan aku pergi, Mark”, Nadine melepaskan pelukan Mark dan segera pergi pulang ke rumah dengan berlari ia meninggalkan Mark sendirian di taman dekat rumah Nadine dan Mark.
“Nadine.. This Isn’t Goodbye!”, teriak Mark dengan air mata yang jatuh di pipinya.
**
Kembali pada tanggal 19 Desember 2011
“Nadine Fredickson?”, Mark meraih tangan Nadine.
“Apa kamu masih ingat aku?”, tanya Mark sekali lagi.
Nadine hanya bisa menganggukan kepalanya.
“Aku tak bisa melupakanmu”, Nadine memeluk Mark.
“Yeah same, Princess Nadine”, Mark menyambut pelukan Nadine.
“Maafkan aku yang telah meninggalkanmu dulu”, air mata Nadine telah jatuh di pipinya.
“Tak apa, aku telah memenuhi janjiku dulu”, air mata Mark juga telah jatuh menetes di pipinya yang sayu merah.
“Iya Mark”, ucap Nadine lirih.
Mark meraih pipi Nadine, ia menatap wajah Nadine.
“Kamu sama seperti dulu Nadine. Kamu tetap cantik dengan rambut blondemu yang lurus, mata hazelmu, dan hidung mancungmu”, Mark memuji Nadine.
“Hah kamu terlalu memujiku”, Nadine melepaskan tangan Mark dari pipinya.
“Itu asli, Nadine”, Mark berbisik kepada Nadine.
“Kian..”, ucap Mark.
Mark menoleh ke arah Kian dan melihat pemandangan yang aneh. Kian, Shane, Nicky, dan dancer-dancer mengusapkan air mata mereka yang menetes di pipi mereka masing-masing.
“Hah apa Mark?”, tanya Kian dengan nada khas setelah menangis.
“Kamu menangis Kian?”, tanya Mark yang menggandeng tangan Nadine.
“Hah tidak kok Mark”, Kian mengampiri Mark dan Nadine.
“Kian, ini sahabat kecilku Nadine. Dan Nadine ini sahabat dekatku, Kian”, ucap Mark.
Kian dan Nadine berjabat tangan.
“Guys, kita sudah ditunggu Ronan di mobil. Kita harus pulang ke basecamp sekarang”, Nicky memegang handphonenya
“Iya Nick”, ucap Mark, Kian, dan Shane kompak.
“Oh iya Nad, aku boleh meminta no telpon rumahmu atau no telpon handphone mu?”, Mark menyerahkan handphonenya kepada Nadine dan Nadine menyerahkan handphonenya kepada Mark.
“Terimakasih Nadine, bagaimana kalau aku meminta alamat rumahmu Nadine?”, tanya Mark.
Nadine memberikan info alamat rumahnya ke Mark. Nicky mendengar percakapan Mark dan Nadine.
“Kamu tinggal disana Nadine, di rumah besar dan luas milik keluarga Fredickson? Itu kan rumah terbising disana, karena seluruh anak dan cucu Mr. Williams dan Mrs. Marrie Fredickson tinggal di rumah itu”, Nicky menjelaskan.
“Bagaimana kamu tau nama orang tua aku?”, tanya Nadine kepada Nicky.
“Kamu tetangga aku, aku tetangga samping rumahmu. Hehehe, memang sih aku sering bertemu denganmu”, Nicky tertawa.
“Kamu anaknya Uncle Nicholas dan Aunt Yvone Byrne?”, tanya Nadine.
“Hehehe iya, kamu sahabatan kan dengan kakakku Gillian”, Nicky tertawa lagi.
“Jadi selama ini, rumahku itu disamping rumah artis”, ucap Nadine dengan nada datar.
“Ah sudahlah, ayo Nick nanti kita bisa dimarahi sama kembaranmu?”, Mark menyeret Nicky.
“Loh eh,kok gue diseret? Kembaran? Kembaran gue siapa?”, Nicky terheran.
“Siapa lagi kalau bukan Mr. Ronan Keating?”, Mark tetap menyeret Nicky.
“Bye Mrs. Fredickson, nanti aku telpon kamu”, teriak Mark kepada Nadine.
“Bye too Mr. Feehily”, Nadine melambaikan tanganya.
Mark dan Nicky segera menuju mobil dan setelah itu Westlife meninggalkan lokasi tempat latihan koreografi.
**
                Di dalam mobil sempat ada perdebatan antara Nicky dan Mark, mereka berdua tak mau mengalah satu sama lain. Adu mulut yang heboh itu, membuat Ronan sang wakil manager marah dan membentak Nicky dan Mark. Dalam sekejap Nicky dan Mark berhenti berdebat atau adu mulut.
“Mark?”, Kian meraih pundak Mark.
“Apa?”, jawab Mark dengan nada orang yang sedang merasa jengkel. Mark menatap jalanan melalui jendela yang tertutup.
“Hm Mark,sudahlah. Bolehkah aku bertanya sesuatu denganmu Mark?”
“Apa?”, Mark masih menatap ke arah jendela.
“Mengapa kau mabuk semalam?”, tanya Kian.
“Jadi semalam Mark mabuk!”, bentak Ronan.
“Aku ribut sama Kevin”, jawab Mark singkat.
“Lalu?”, tanya Shane yang penasaran dengan hubungan asmara sahabatnya.
“Aku ribut dengan Kevin karena aku yang jarang lagi telpon dia, aku bilang saat itu aku sedang sibuk. Dia gak mengerti aku, dia bilang aku sudah selingkuh dari dia. Dia menamparku dan meninggalkanku sendirian di club malam. Saat itu aku sudah terpuruk sekali, aku menjadi orang yang sangat bersalah, dan akhirnya aku meminum beberapa botol alchohol dan wine. Tak lama kemudian aku pulang dengan keadaan mabuk berat”, Mark menjelaskan semuanya.
“Oh jadi itu, maafkan aku Mark yang tadi mengerjaimu”, Shane menyentuh pundak Mark.
“Aku juga”, akhirnya Nicky mau berbicara dengan Mark setelah perdebatan yang heboh tadi.
“Hm tidak apa guys, mungkin jika aku tak diusilin kalian aku tak akan bangun sampai malam”, Mark pun tersenyum.
“Bagaimana kamu putusin Kevin saja?”, tanya Kian.
“Aku akan memutuskan hubunganku dengan Kevin saat malam tahun baru nanti. Hm 31 Desember 2011”, Mark menjawab pertanyaan Kian.
Rombongan Westlife telah sampai di basecamp mereka. Shane dan Nicky segera beristirahat di kamarnya masing-masing. Kian menuju ke dapur, karena dia merasa lapar dan dia ingin masak makan siang untuk ketiga para sahabatnya, sang wakil manager ‘Ronan Keating’, dan dirinya sendiri. Sementara Mark merenung di kolam ikan yang ada di taman kecil basecamp di dekat dapur. Mark mengambil handphonenya, ia menelpon Nadine.
“Halo, selamat siang Nadine Fredickson”, Mark mengawali percakapan.
“Selamat siang juga Mark Feehily”, ucap Nadine.
“Kau sudah sampai rumah?”, tanya Mark kepada Nadine.
“Sudah Mark, kamu?”, balas Nadine.
“Sudah..”, ucap Mark.
“Kamu kenapa? Suara kamu kok berbeda, kamu lagi sedih? Cerita dong denganku”, ucap Nadine.
“Hm nanti akan kuceritakan sama kamu Nadine, tetapi tidak melalui telepon ini. Bagaimana nanti malam kamu dandan yang cantik dan kita makan malam di restoran? Tenang aku yang jempu dan mengantar kamu kok”, Mark tersenyum.
“Em gimana ya? Hahaha iya deh Mr. Feehily, aku tunggu ya nanti”, ucap Nadine.
“Sudah itu saja Nad, aku ada keperluan. I’ll see you again..”, Mark menutup percakapan.
“Eh iya, I’ll see you again”, Nadine menutup handphonenya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda