Perkembangan Islam di Nusantara
1.
Jelaskan kapan masuknya Islam ke Indonesia
menurut beberapa pendapat.
Tiga teori besar
mengenai masuknya Islam ke Indonesia yang dikembangkan oleh Ahmad Mansur
Suryanegara, yaitu :
·
Pertama,
teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui
peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
·
Kedua,
teori Mekah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah
melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
·
Ketiga,
teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia
yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad
ke-13 M.
Teori
Gujarat maupun teori Persia, keduanya sama-sama menetapkan bahwa Islam masuk di
Nusantara pada abad ke 13 M. Namun teori Mekah menetapkan kedatangan Islam ke
Nusantara pada abad ke 7 M, saat Rasulullah masih hidup.
Bukti yang mendukung teori Mekah yaitu :
a) Pakar sejarah dan
arkeolog, jauh sebelum
Nabi Muhammad saw. menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang
Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
b) Peter Bellwood,
Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis
di Polynesia dan Asia Tenggara dan menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa
sebelum abad ke-5 masehi (Nabi Muhammad saw. belum lahir), beberapa jalur
perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan
Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti
Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur
membuktikan hal ini.
c) Sejarawan G.R.
Tibbetts menemukan bukti-bukti
adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. Kepulauan
Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang
berlayar ke negeri Cina sejak abad ke-5 Masehi. Jadi peta perdagangan saat itu
terutama di selatan adalah Arab- Nusantara-China.
d) Ditemukannya
perkampungan Arab muslim di Barus
pada abad ke-1 H./7 M. Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok menyebutkan bahwa
sekitar tahun 625 M (9 tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan), di
pesisir pantai Sumatera ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih
berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Buddha Sriwijaya. Di perkampungan ini,
orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi
dengan jalan menikahi perempuan lokal.
e) Buku Nuchbatuddar
karya Addimasqi, Barus juga
dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad
ke-7M.
f) Sebuah makam kuno
di kompleks pemakaman Mahligai,
Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
g) HAMKA menyebut bahwa seorang pencatat sejarah
Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab
yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ia menambahkan
bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia
Islam di Princetown University di Amerika.
h) Sejarahwan T. W.
Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam (1968) menguatkan temuan bahwa agama Islam telah
dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal
abad ke-7 M.
i)
Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole
Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada
sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis
dari berbagai suku bangsa.
j)
Tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah
Utsman bin Affan, mengirimkan
utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat
itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima,
putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
k) Dalam Seminar Nasional tentang
masuknya Islam ke Indonesia di Medan, tahun 1963, para ahli sejarah
menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) langsung
dari tanah Arab. Daerah yang disinggahi adalah pesisir Sumatra. Islam disebarkan
oleh para saudagar muslim dengan cara damai.
l)
Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, abad ke-11 M. yang berarti
jauh sebelum itu sudah terjadi penyebaran agama Islam, terutama di daerah pesisir
Sumatera, karena yang menyebarkan Islam di Jawa adalah para mubalih dari Arab
dan dari Pasai.
2.
Jelaskan strategi
dakwah Islam di Nusantara.
Dalam konteks
dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh para mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya.
Kegiatan tersebut yaitu :
1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan
dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat
diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M
hingga abad ke-16 M. Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat
menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitas
perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan
itu. Berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires
bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang
ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid
dan mendatangkan mullah-mullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin
bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi
penduduk muslim yang kaya raya. Pada beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang
menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa
banyak yang masuk Islam. Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh faktor politik
dalam negeri yang tengah goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi
dengan para pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka, yang
pada akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan kekuasaan
di tempat tinggal mereka. Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para
pedagang muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap
muslim memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan
tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang
berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh
dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka yang memeluk Islam. Karena
pada saat itu, jalur-jalur strategis perdagangan internasional hampir sebagian
besar dikuasai oleh para pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di
Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka
harus berperan aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering
berinteraksi dengan para pedagang muslim.
2. Perkawinan
Pedagang muslim
memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk
pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita,
yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan
hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih
dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses
pengIslaman hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, tanpa upacara atau
ritual rumit lainnya. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan
mereka semakin luas. Timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam. Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh
keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus
diIslamkan terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan lagi
apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja
atau anak adipati. Karena raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi
penting di dalam masyarakatnya, sehingga mempercepat proses Islamisasi.
Contohnya perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila,
antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, dan Brawijaya dengan Puteri
Campa.
3. Pendidikan
Para ulama banyak yang mendirikan lembaga
pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan
pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para
santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik. Setelah mereka dianggap
mampu, mereka kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka
lembaga yang sama. Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial
dan kelas, siapa saja yang berkeinginan mempelajari atau memperdalam pengetahuan
Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan ini sehingga banyak masyarakat
yang kemudian tertarik memeluk Islam. Di antara lembaga pendidikan pesantren
yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah pesantren yang didirikan oleh
Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren Giri yang didirikan oleh
Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa hingga ke Maluku.
Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak yang berdatangan
ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan Sunan Giri dan
para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk memberikan pelajaran agama
Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi khatib, muadzin, hakim (qadli)
dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan cengkeh.
4. Tasawuf
Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi
terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang
tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau
para sufi adalah guru-guru pengembara, dengan sukarela mereka menghayati
kemiskinan, juga seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi
yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di
antara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat. Dengan
tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu,
sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antarapara sufi yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia
pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung
di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga kini.
5. Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling
terkenal adalah melalui pertunjukkan wayang.
Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Sunan Kalijaga tidak pernah meminta upah, ia hanya meminta
kepada para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian
besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi
muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim. Selain wayang,
media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni
bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di
antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan
Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, dan Masjid Agung Banten. Seni bangunan Masjid
yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang
sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan candi. Contohnya Masjid Kudus dengan
menaranya yang sangat terkenal, hal ini menunjukkan proses penyebaran Islam di
Indonesia dilakukan melalui cara damai dengan mengakomodasi kebudayaan
setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi
dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh, sehingga
lambat laun mereka memeluk Islam.
6. Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan
rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh
politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini. Jalur
politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam,
baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.
3.
Jelaskan
perkembangan dakwah Islam di Indonesia.
1. Perkembangan
Islam di Sumatera
Mula masuknya Islam di pulau Sumatera
adalah Pantai Barat Sumatera. Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan
perkembangan agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara. Orang yang
menyebarkan Islam di daerah ini adalah Abdullah Arif. Ia seorang mubaligh dari
Arab, dengan misi penyebarannya dengan berdakwah dan berdagang. Dengan
kesopanan dan keramahan orang Arab yang berdakwah itu, maka penduduk Pasai
sangat terkesan. Akhirnya mereka menyatakan diri masuk Islam. Bahkan raja dan pemimpin
negeri, setelah melihat kesopanan orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam
pula. Masyarakat Pasai sangat giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan
anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan Islam
Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Serambi
Mekkah”. Setelah agama Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke
daerah-daerah lain yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat.
Islam datang ke Pariaman dari Pasai
melalui laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang terkenal membawa Islam ke
Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin. Penyiaran agama Islam dilakukan
secara pelan-pelan dan bertahap, sebab adat di Sumatera Barat sangat kuat.
Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat memberikan pengertian pada
masyarakat, dan akhirnya masyarakat Sumatera Barat dapat menerima agama Islam
dengan baik. Sebagai bukti bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan
kerelaan dan kesadaran adalah dengan istilah yang mengatakan: Adat bersendi
syura’, syara’ bersendi Kitabullah. Jadi, adat istiadat yang dipegang teguh
oleh masyarakat Sumatera Barat itu adalah adat yang bersendikan Islam, artinya
Islam menjadi dasar adat.
Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk
ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa membawa Islam ke
Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang kemudian
terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati Majapahit di Palembang
waktu itu. Kemudian Raden Rahmat (Sunan Ampel) memberi saran kepada Abdillah agar
bersedia menyebarkan agama Islam di Sumatera Selatan. Saran Raden Rahmat
tersebut dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga agama Islam di Sumatera Selatan
berkembang dengan baik.
2. Perkembangan
Islam di Kalimantan,Maluku, dan Papua
Mulanya islam masuk di Kalimantan
Selatan. Pembawa agama Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang
bangsa Arab dan para mubaligh dari Pulau Jawa. Perkembangan agama Islam di
Kalimantan Selatan itu sangat pesat dan mencapai puncaknya setelah Majapahit
runtuh tahun 1478.
Daerah lainnya di Kalimantan yang
dimasuki agama Islam adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke Kalimantan
Barat mulanya di daerah Muara Sambas dan Sukadana. Pembawa agama Islam ke
daerah Kalimantan Barat adalah para pedagang dari Johor (Malaysia), serta ulama
dan mubaligh dari Palembang (Sumatera Selatan). Sultan Islam yang pertama (tahun
1591) di Kalimantan Barat berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri
Kusuma.
Penyebaran Islam di Kalimantan
Timur terutama di Kutai, dilakukan oleh Dato’ Ri Bandang dan Tuang Tunggang
melalui jalur perdagangan.
Kemudian sejak abad ke-15, antara
tahun 1400 sampai 1500 Islam telah masuk dan berkembang di Maluku.
Pedagang yang beragama Islam dan para ulama/mubalih banyak yang datang ke
Maluku sambil menyiarkan agama Islam. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki
Islam di Maluku adalah Ternate, Tidore, Bacau, dan Jailolo. Raja-raja yang
memerintah di daerah tersebut berasal dari satu keturunan, yang semuanya
menyokong perkembangan Islam di Maluku.
Perkembangan agama Islam di Papua berjalan
agak lambat. Islam masuk ke Irian terutama karena pengaruh raja-raja Maluku,
para pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari Maluku.
Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol, Salawati,
Pulau Waigeo,dan Pulau Gebi.
3. Perkembangan
Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke
Sulawesi, yang dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah yang
mulanya dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi
Selatan. Sebelum Islam datang ke daerah ini penduduknya menganut
kepercayaan nenek moyang. Setelah Dato’ Ri Bandang berkunjung ke Sulawesi
Selatan, Raja Goa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam. Kemudian atas usul
Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti nama dengan Sultan Alauddin. Jauh sebelum
Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah menyiarkan agama Islam di
tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah
menganut agama Islam. Setelah Sultan Alauddin wafat, beliau diganti oleh
putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Dari Goa Islam terus berkembang ke
daerah-daerah lainnya seperti daerah Talo dan Bone.
4. Perkembangan
Islam di Nusa Tenggara
Pada tahun 1540 agama Islam masuk pula
ke Nusa Tenggara. Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa oleh para
mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan) dan dari Jawa. Agama Islam berkembang di
Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya disebut Suku Sasak.
Dari daerah Lombok, secara pelan-pelan selanjutnya tersebar pula ke
daerah-daerah Sumbawa dan Flores.
5. Perkembangan
Islam di Pulau Jawa
Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira
pada abad ke-11 M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari
Pasai. Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah
pesisir utara Jawa Timur. Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur
adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di Gresik, kemudian mendirikan
pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran. Dalam majlisnya itu beliau
mengkader beberapa orang murid. selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah
lain di pulau Jawa.
Di Jawa Tengah, penyiaran Agama
Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para
wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Kemudian murid-murid
Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke daerah pedalaman pulau Jawa,
sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya.
4.
Jelaskan
perkembangan kerajaan Islam di Indonesia.
Dari Teori Mekah
yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M, maka kerajaan Islam
pertama bukan lagi Samudra Pasai, tetapi Kerajaan Jeumpa yang berdiri sejak
abad ke-8 M., yang disusul oleh kerajaan Peurelak di abad ke-9, baru kemudian
kerajaan
Samudera Pasai.
1. Samudera Pasai
Samudera Pasai adalah keajaan Islam yang
dipandang sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Akan tetapi jika
dikaitkan dengan dua kerajaan sebelumnya (Jeumpa dan Peurelak), maka kerajaan
Samudera Pasai adalah kelanjutan dari kerajaan Islam Peurelak (Perlak). Kerajaan
ini didirikan oleh Sultan Malik al-Saleh pada tahun 1285 (abad 13 M) sekaligus
sebagai raja pertama. Setelah meninggal, ia digantikan putranya Sultan Muhammad
atau yang dikenal dengan nama Malik Al Tahir I. Ia memerintah sampai tahun 1326
M, kemudian digantikan oleh Sultan Ahmad Malik Al Tahir II.
2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan
Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah atau disebut juga Sultan
Ibrahim. Kerajaan Aceh mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Selanjutnya Sultan Iskandar Muda digantikan oleh menantunya
yaitu Iskandar Tani.
3. Demak
Kesultanan Demak didirikan oleh
seorang adipati yang bernama Raden Patah. Untuk menghadapi Portugis Armada
Demak yang dipimpin Pati Unus (Putra Raden Patah) melancarkan serangan terhadap
Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Pati Unus diberi Gelar Pangeran Sabrang
Lor yang artinya pangeran yang pernah menyeberangi lautan di sebelah Utara kesultanan
Demak. Setelah Raden Patah meninggal, ia digantikan oleh Pati Unus, selanjutnya
Pati Unus diganti oleh Trenggana. Setelah Sultan Trenggana meninggal, terjadi
pertikaian antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan
Pangeran Prawoto (anak Trenggana). Pangeran Prawoto berhasil membunuh pangeran
Sekar Seda Ing Lepen. Tetapi kemudian Pangeran Prawoto dibunuh oleh Arya
Penangsang (anak Pangeran Sekar Seda ing Lepen). Arya Penangsang kemudian
tampil menjadi Sultan Demak ke-4. Pemerintahan Arya Penangsang dipenuhi dengan
kekacauan karena banyak orang yang tidak suka dengannya. Hingga pada akhirnya
seorang adipati Pajang bernama Adiwijaya atau Jaka Tingkir atau Mas Karebet berhasil
membunuhnya. Setelah kematian Arya Penangsang, kerajaan Demak berpindah ke
tangan Jaka Tingkir.
4. Pajang
Pendiri Kesultanan Pajang adalah
Adiwijaya. Setelah Sultan Adiwijaya meninggal, seharusnya Pangeran Benawa yang
menduduki tahta Pajang, akan tetapi ia disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran
Prawata). Tindakan Arya Pangiri menimbulkan upaya-upaya perlawanan, hal ini kemudian
dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk merebut kembali tahta Pajang. Karena
itu, ia menjalin kerja sama dengan Mataram yang dipimpin oleh Sutawijaya.
Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan, Pangeran Benawa justru menyerahkan
kekuasaan pada Sutawijaya. Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram
sehingga berakhirlah kekuasaan Pajang.
5. Mataram Islam
Mataram merupakan hadiah dari
Adiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan karena ia telah berjasa membantu Adiwijaya
menaklukkan Arya Penangsang. Ketika Ki Ageng Pamanahan meninggal, Mataram dipegang
oleh putranya, Sutawijaya. Sutawijaya diangkat menjadi Adipati Mataram dan
diberi gelar Senopati ing Alogo Sayidin Panatagama yang berarti panglima perang
dan pembela agama. Sepeninggal Senopati, Tampuk kekuasaan dipegang oleh
putranya (Mas Jolang), tetapi Mas Jolang meninggal sebelum berhasil memadamkan
banyak pemberontakan. Penggantinya adalah Raden Rangsang atau lebih dikenal
dengan Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai masa
kejayaan. Akan tetapi Mataram mulai mengalami kemunduran ketika masa pemerintahan
pengganti-pengganti Sultan Agung. Kemunduran Mataram yang lebih utama karena
aneksasi yang dilakukan Belanda. Setelah terjadinya perjanjian Gianti, kerajaan
Mataram dipecah menjadi dua bagian, Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta.
Lebih dari itu, dengan adanya Perjanjian Salatiga, Kerajaan Surakarta terpecah lagi
menjadi dua yaitu Mangkunegaran dan Pakualaman/Kasunanan.
6. Cirebon
Kasultanan Cirebon didirikan oleh Syarief
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Dengan bantuan Fatahillah, kesultanan
Cirebon dapat meluaskan kekuasaannya meliputi Jayakarta dan Pajajaran. Kemenangan-kemenangan
Fatahillah membuat Sunan Gunung Jati tertarik dan menjodohkan Fatahillah dengan
Ratu Wulung Ayu. Ketika Sunan Gunung Jati menua, Kesultanan Cirebon diserahkan
kepada putranya Pangeran Muhammad Arifin dengan gelar Pangeran Pasarean.
Sepeninggal Pangeran Pasarean, kedudukan Sultan diserahkan kepada Pangeran
Sebakingking atau yang bergelar Sultan Maulana Hasanuddin. Pada abad ke-17
terjadi perselisihan dalam keluarga, sehingga kesultanan Cirebon pecah menjadi
dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
7. Banten
Daerah Banten di-Islamkan oleh Sunan
Gunung Jati. Pemerintahan dipegang oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Setelah
Sultan Hasanuddin meninggal, ia digantikan oleh putranya Maulana Yusuf. Kesultanan
Banten mencapai masa keemasan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Akhir pemerintahan
Sultan Ageng ditandai dengan persengketaan dengan putranya Sultan Haji yang
bersekongkol dengan Belanda.
8. Makassar
Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan
terdapat dua kerajaan yaitu Goa dan Tallo. Kedua kerajaan itu bersatu dengan
nama Goa-Tallo. Makassar dengan ibu kota di Somba Opu, dan dikenal sebagai
kerajaan Islam pertama di Sulawesi. Bertindak sebagai rajanya adalah Raja Goa,
Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alauddin dan sebagai mangkubumi (Perdana
Menteri) adalah Raja Talo, Karaeng Matoaya yang bergelar Sultan Abdullah, yang
pada masa pemerintahannya adalah puncak kejayaan Makassar.
9. Ternate dan
Tidore
Kerajaan Ternate berdiri kira-kira
abad ke-13. Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah. Sedangkan raja yang terkenal dari Tidore adalah Sultan Nuku.
Muncullah Sultan Khaerun yang sekarang menjadi nama universitas di Ternate.
Nama
Kerajaan Nama Kerajaan-Kerajaan Islam
Sumatera
·
Kerajaan Jeumpa
(abad 8 M)
·
Kesultanan
Indrapura (1500-1792)
·
Kesultanan Peureulak
(abad 9 M)
·
Kerajaan Pasaman
·
Kesultanan
Samudera Pasai (1200-1600)
·
Kerajaan
Pagaruyung (1500-1825)
·
Kesultanan Lamuri
·
Kerajaan Siguntur
·
Kerajaan Pedir
·
Kerajaan Sungai
Pagu
·
Kerajaan Daya
·
Kerajaan Pulau
Punjung
·
Kerajaan Linge oo
Kerajaan Jambu Lippo
·
Kesultanan Aceh
(1496-1903)
·
Kerajaan Koto
Anau
·
Kerajaan Malayu
Tambayung (akhir abad 6)
·
Kerajaan Bungo
Setangkai
Jawa
·
Kesultanan
Cirebon (1552-1677)
·
Kesultanan
Mataram (1586-1755)
·
Kasultanan
Ngayogyakarta (1755-sekarang)
·
Kesultanan Demak
(1475-1550)
·
Kesultanan Banten
(1524-1813)
·
Kasunanan
Surakarta (1755-sekarang)
·
Kesultanan Pajang
(1568-1618)
Maluku
·
Kerajaan Nunusaku
·
Kerajaan Sahulau
·
Kesultanan
Ternate (1257 )
·
Kerajaan Tanah
Hitu (1470-1682)
·
Kesultanan Tidore
(1110-1947)
·
Kerajaan Iha
·
Kesultanan
Jailolo
·
Kerajaan Honimoa/
Siri Sori
·
Kesultanan Bacan
·
Kerajaan Huamual
·
Kerajaan Loloda
Sulawesi
·
Kesultanan Gowa
(awal 16 )
·
Kesultanan Bone
(abad 17)
·
Kesultanan Buton
(1332-1911)
·
Kerajaan Banggai
([abad 16)
Kalimantan
·
Kesultanan Pasir
(1516)
·
Kesultanan
Sambaliung (1810)
·
Kesultanan Banjar
(1526-1905)
·
Kesultanan Gunung
Tabur (1820)
·
Kesultanan Kotawaringin
·
Kesultanan
Pontianak (1771)
·
Kerajaan Pagatan
(1750)
·
Kerajaan Tidung
(1076-1916)
·
Kesultanan Sambas
(1671)
·
Kerajaan Tidung
Kuno (1076-1551)
·
Kesultanan Kutai
Kartanegara
·
Dinasti Tengara
(1551-1916)
·
Kesultanan Berau
(1400
·
Kesultanan Bulungan
(1731)
Papua
·
Kerajaan Waigeo
·
Kerajaan Sekar
(marga Rumgesan)
·
Kerajaan
Misool/Lilinta (marga Dekamboe)
·
Kerajaan Patipi
·
Kerajaan Salawati
(marga Arfan)
·
Kerajaan Arguni
·
Kerajaan
Sailolof/Waigama (marga Tafalas)
·
Kerajaan Wertuar
(marga Heremba)
·
Kerajaan Fatagar
(marga Uswanas)
·
Kerajaan
Kowiai/kerajaan Namatota
·
Kerajaan Rumbati
(marga Bauw) oo Kerajaan Aiduma
·
Kerajaan Atiati
(marga Kerewaindżai)
·
Kerajaan Kaimana
5.
Jelaskan gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia.
Secara garis
besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia:
(1) Gerakan
pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.
1. Gerakan Pendidikan dan Sosial
Memperkenalkan sistem
pendidikan sekolah dengan kurikulum modern untuk mengganti sistem pendidikan
Islam tradisional seperti pesantren dan surau. Melalui pendidikan pola pikir
masyarakat dapat diubah secara bertahap. Oleh sebab itu, mereka mendirikan
lembaga pendidikan dan mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan. Di
antaranya sebagai berikut.
a)
Sekolah Thawalib
Sekolah
ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar
atau masjid.
Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan pesantren di
Jawa. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis
perubahan “sistem surau” menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin
Hayib menerapkan sistem kelas dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku
dan meja, kurikulum yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang
sekolah. Selain itu kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar guna
memenuhi kebutuhan seharihari mereka. Koperasi ini berkembang menjadi
organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera Thawalib.
Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para guru.
Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru
dan murid di sekolah itu, melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan
pun terbuka bagi mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang
tidak memiliki hubungan apapun dengan sekolah Thawalib. Organisasi Sumatera
Thawalib berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang
menjadi organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat
Permi. Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas Permi
tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan Nasionalis.
b)
Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta
oleh masyarakat Arab Indonesia padatanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya
adalah Sayid Muhammad Al- Fachir bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab,
dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum
ningrat atau bangsawan Arab. Ada dua program yang diperhatikan Jamiat Khair,
mendirikan dan membina sekolah dasar, serta menyeleksi dan mengirim para
pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki. Jamiat Khair tidak hanya menerima
murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum. Bahasa Belanda tidak diajarkan
karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan bahasa Inggris. Dengan menguasai
bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan Jamiat Khair diharapkan dapat
mengikuti kemajuan zaman.
c)
Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh
kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad memusatkan perhatiannya pada bidang
pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak
jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar, sekolah guru dan program takhassus
memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang Al- Irsyad segera dibuka di
Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang. Aktivitas organisasi
ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair, walaupun keduanya sama-sama didirikan
oleh masyarakat Arab. Jika Jamiat Khair dikuasai oleh golongan sayyid atau
ningrat. Al-Irsyad sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi
antara kaum elite dengan golongan alit (kecil). Al-Irsyad tidak dapat
dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan Sudan yang
menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh Al-Irsyad.
d)
Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini
semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di Majalengka, jawa Barat, oleh
K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim adalah alumni Timur Tengah. Ia
menyerap ide-ide pembaruan yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin
al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir. Hayatul Qulub memusatkan perhatiannya
pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917 namanya diubah menjadi
Persyarikatan Ulama. Perubahan nama ini memiliki dua tujuan, yaitu menyatukan para
ulama dan mengajak mereka untuk menerapkan cara-cara modern dalam mengelola
pendidikan. Ada dua sistem pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: “sistem madrasah”
dengan “sistem asrama”. Lembaga pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem
asrama diberi nama “Santri Asromo”. Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat
permulaan, dasar, dan lanjutan. Santri Asromo memiliki kelebihan, yaitu
kurikulumnya memadukan pengetahuan agama dan umum seperti pada sistem madrasah sekarang.
Para pelajar Santri Asromo juga dilatih dalam pertanian, keterampilan besi dan
kayu, menenun dan mengolah bahan seperti membuat sabun. Mereka tinggal di
asrama dengan disiplin yang ketat. Persyarikatan Ulama memiliki ciri khas,
mempertahankan tradisi bermazhab dalam fiqih; tetapi menerapkan cara-cara
modern dalam pendidikan. Pada tahun 1952 Persyarikatan Ulama diubah menjadi Persatuan
Umat Islam (PUI) setelah difusikan dengan Al-Ittihad al- Islamiyah (AII) atau
persatuan Islam. AII didirikan dan dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi yang
berpusat di Sukabumi, Jawa Barat.
e)
Nahdatul Ulama (NU)
Dikalangan pesantren dalam merespon
kebangkitan nasional, membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdatul Wa
an (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan
Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul Fikri (kebangkitan
pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum
santri. Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdatut Tujjar, maka Taswirul Afkar,
selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang
berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Perkembangan
selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis,
serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang
bernama Nahdatul Ulama (Kebangkitan Ulama). Nahdatul Ulama didirikan
pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H.
Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar organisasi
ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qānμn Asāsi (prinsip
dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah.
Kedua kitab tersebut kemudian diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik. Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran
Islam menurut paham kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai
bidang, antara lain sebagai berikut:
1) Di bidang keagamaan, melaksanakan dakwah
Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan
dalam perbedaan.
2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan
pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang
bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya
Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai
daerah khususnya di Pulau Jawa bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
3) Di bidang sosial budaya, mengusahakan
kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan
kemanusiaan.
4) Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan
kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya
ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain
yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5) Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi
masyarakat luas.
f)
Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta
pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah
dipusatkan dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah mendirikan
berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam satuanpendidikan, jenjang maupun
kurikulumnya. Muhammadiyah pun menerima subsidi dari pemerintah Belanda. Organisasi
ini sangat menekankan keseimbangan antara pendidikan agama dan pendidikan umum,
serta pendidikan keterampilan. Para alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah
diharapkan memiliki aqidah Islam yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk
hidup di zaman modern. Dengan bekal aqidah, pendidikan dan keterampilan yang
baik, kaum muslimin dapat mengembangkan kualitas hidup mereka sesuai dengan tuntutan
ajaran al-Qur'an. Bahkan sampai sekarang, Muhammadiyah merupakan ormas
Islam besar yang memiliki satuan-satuan pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak
hingga Program Pasca sarjana. Dalam bidang amal sosial, ormas Islam ini
memiliki antara lain beberapa puluh rumah sakit, Balai Kesehatan Ibu dan Anak
(BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah Muhammadiyah sangat menekankan
kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah Swt.
dalam segala bentuknya; menentang takhayul; khurafat; dan perbuatan bid’ah
serta mengikis habis kebiasaan taqlid buta dalam beragama. Muhammadiyah,
menekankan pentingnya membuka pintu ijtihad dalam bidang hukum Islam agar umat
Islam terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi bermazhab dalam fiqih.
Muhammadiyah menolak kehidupan tasawuf yang hanya mementingkan akhirat.
Muhammadiyah sebagaimana umumnya kaum pembaharu, menentang tarekat, karena
penuh dengan perbuatan bid’ah. Lahirnya Jami’at Khair, al-Irsyad, Persyarikatan
Ulama, Muhammadiyah yang bergerak di bidang pembaharuan pendidikan dan dakwah tersebut
dipicu oleh perkembangan baru di bidang keagamaan. Agama harus fungsional dalam
kehidupan, bukan hanya sekedar tuntunan untuk kebahagiaan akhirat saja. Karena
itu, agama harus didukung oleh ilmu pengetahuan modern
2. Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan
dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam mengusir penjajah sebelum abad
dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan. Pada awal
abad dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasi modern
yang bersifat nasional, baik ormas (organisasi sosial kemasyarakatan), maupun
orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan
kecerdasan bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban dalam memperjuangkan
kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan
Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya berjuang
melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad. Di antara partai
politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah Persaudaraan
Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia
(PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan
dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal
16 Oktober 1905. SI kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia
(PSII). Partai Islam Masyumi pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai
politik Islam yang diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan
umat Islam dalam negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945. Masyumi merupakan partai federasi yang menampung semua golongan
tradisional.
Label: Pelajaran Agama Islam
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda