Minggu, 15 September 2013

Cerita fiksi "Mark & Nadine 2"


Mark & Nadine Part 2
(Fight)

Cerita makin kagak nyambung -_- . Cerita tambah aneh, kagak masuk akal. Konflik-konflik bermunculan di part ke 2 ini. Hah ini hasilnya, mood nulis menurun jadi ceritanya jadi seperti ini. Apakah Mark mempunyai konflik dengan Nadine?
Silahkan dibaca dan harap komentarnya..
Selamat membaca everybody..
Author : Elyssa Ridhaningrum
Cast    :
1.      Mark Feehily
2.      Kian Egan
3.      Shane Filan
4.      Nicky Byrne
5.      Ronan Keating
6.      Nadine Fredickson
7.      Kevin McDaid
8.      Marie Verdon Feehily
9.      Charlotte Catherine
10. Keluarga Fredickson

19 Desember 2011
            Mark menaruh handphone-nya di saku celananya dan Mark segera menuju ke dapur. Rupanya Mr. Kian Egan telah selesai memasak spaghetti dengan saus Bolognese ditambah dengan sedikit daging giling, keju parut, serta sedikit daun oregano yang sudah dicincang halus. Mark segera duduk di kursi makan, siap untuk menikmati makanan yang terlihat amat lezat ini.
“Hm kelihatannya enak ni makanan..”, Mark sudah siap menyerbu spaghetti yang dimasak Kian.
“Eh jangan dimakan dulu KEBO, tunggu yang lain”, entah kenapa Kian juga ikut-ikutan Shane dan Nicky yang memanggil Mark dengan sebutan KEBO.
“Ah KEBA KEBO, aku tak mempunyai sifat seperti KERBAU. You know?”, Mark mulai merasa tak suka dengan julukan KEBO terhadap dirinya.
“Aku hanya ikut-ikutan Shane dan Nicky, hehehe. Peace Mark”, Kian membereskan meja kerja dapur yang amat berantakan.
“Aku dan Nicky memberimu nama KEBO karena kamu kalau makan paling banyak dan juga kalau tidur paling lama, parahnya susah dibangunin”, tiba-tiba Shane dan Nicky sudah ada di dapur.
“Nah, firasat gue benar.. Makanannya sudah siap. Hm baunya harum”, Nicky mencium aroma spaghetti yang masih hangat itu.
“Lu kalah taruhan Nix, tadi di kamar gue bilang Kian masak spaghetti sedangkan lu bilang Kian masak sop buntut sapi. Berarti jatah makan lu kali ini buat gue, hehehe”, Shane mengambil piring Nicky yang sudah ada spaghettinya itu.
“Ah gak bisa gitu dong Short, lu gak berperi kemanusiaan. Gak adil lu, di dalam Undang-Undang Negara tidak diperbolehkan menelantarkan orang”, Nicky mulai merayu Shane.
“Tidak diperbolehkan menelantarkan orang miskin termasuk anak yang kurang mampu”, Mark membenarkan kata-kata atau ucapan Nicky.
“Iya tu benar apa kata Mark”, Kian duduk di kursi makan samping Mark dan Shane.
“Hehehehe. Pokoknya gak adil.. LICIK lu Shane”, Nicky mengambil segelas air.
LICIK dari mana?”, tanya Shane terhadap Nicky.
“Ah pokonya LICIK. Gue kagak terima…”, Nicky meneguk segelas air.
“Hah seperti anak kecil aja lu Nix, keras kepala”, Mark ikut berkomentar.
“Kepala gue emang udah keras dari dulu. Kan ada tulang tengkorak yang melindungi otak gue”, Nicky mulai mencari-cari alasan supaya tidak kalah suara dengan Shane.
“Udahlah Nix, kalau kalah taruhan ya sudah terima saja”, Kian membela Shane.
“Ah lu itu ya Kian, mentang-mentang Shane itu suami adik sepupu lu jadi lu belain”, Nicky merasa kalah suara dengan yang lain.
“Hellooooooooo Nicholas Bernard James Adam Byrne, jangan membawa status keluarga di masalah ini.. Lagian juga Gillian gak ada disini, gue hanya membela yang benar”, Kian merasa kesal dengan perkataan Nicky.
“Iya tu, betul sekali”, Mark membela Kian.
**
                Tiba-tiba Nicky hendak menampar pipi Shane, Mark dan Kian berusaha untuk menahan Nicky supaya tidak jadi menampar Shane. Mark dan Kian mencoba melerai dan meredakan pertengkaran antara Shane dan Nicky. Alhasil bukannya pertengkaran sudah dingin, tetapi pertengkaran Shane dan Nicky masih berlanjut. Shane dan Nicky masih mempertahankan pendiriannya, mereka sama-sama keras kepala. Ketika Nicky hendak menyiram air ke wajah Shane, Mark mencoba menghalangi Nicky. *Byurr* Sukses sudah, Mark tersiram air dari Nicky. Wajah dan baju Mark basah terkena air dari Nicky. Pertengkaran yang heboh itu telah membangunkan sang wakil manager dari dunia mimpinya. Ronan berlari kearah dapur untuk segera melerai pertengkaran Shane dan Nicky.
“Heh apa-apaan ini”, Ronan memegang tubuh Nicky dengan erat.
“Lepasin gue Ron, gue mau habisi COWOK SIALAN satu ini”, Nicky sepertinya sudah amat kesal dengan Shane sehingga dia memanggil Shane dengan sebutan COWOK SIALAN.
“Apa-apaan sih lu Nix, dia bukan COWOK SIALAN. Dia Shane, Nix. Tahan emosi lu, Nix.. Gue gak mau anak didik gue berantem..”, Ronan mencoba menenangkan Nicky.
“Apa untungnya sih lu berantem sampai heboh gini, Nix?”, Kian mendorong Nicky.
“Kian sudah!!!!!!!”, Ronan membentak Kian.
“Ron, dia dulu yang mulai. Gue lama-lama juga kesal sama dia, kasian Mark terkena tamparan dan siraman air dari Nicky”, ucap Kian.
“Mark, apa benar itu?”, Ronan menanyai Mark.
“Iya Ron, benar apa kata Kian”, Mark duduk di kursi makan.
“Lihat Ron, pipi sebelah kanan Mark merah seperti bekas tamparan. Dan baju yang Mark pakai basah terkena air siraman dari Nicky”, ucap Kian dengan nada tinggi.
“Heh PONI, gue gak nampar Mark”, Nicky membela dirinya sendiri.
“Diam lu SETAN”, Kian membentak Nicky.
“Ah kalian semua sama aja, KERAS KEPALA semua. Mending aku pergi aja dari sini, aku lama-lama gak betah disini”, Mark mulai kesal.
“Lu mau pergi kemana?”, tanya Ronan.
“Entah, mungkin ke rumah orang tuaku di Sligo. Atau gak ke rumah Colin yang letaknya gak jauh dari sini”, ucap Mark dengan nada kesal.
Mark segera pergi ke kamar, membereskan semua baju-bajunya ke dalam koper. Setelah selesai, Mark mengambil kunci mobil miliknya yang terletak di dekat dapur.
“Mark tunggu..”, Ronan hendak mencegah Mark pergi.
“Apa lagi Ron?”, teriak Mark.
“Lu jangan pergi, bagaimana nasib Westlife?”, Ronan memohon kepada Nicky.
“Entah!!!”, bentak Mark.
**
                Mark segera pergi dari basecamp Westlife dengan membawa seluruh barang-barangnya dari basecamp Westlife. Mark merasa amat kesal terhadap sahabat-sahabatnya. Mark memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya di Sligo meninggalkan sahabat-sahabatnya di basecamp Westlife ‘Dublin’. Sebelum Mark ketempat orang tuanya, ia pergi menjemput Nadine untuk makan malam.
“Ah buat apa aku disana?!”, ucap Mark kesal.
Nadine telah berdandan cantik dengan memakai gaun berwarna putih dan make up di wajahnya.
“Ciyee, yang mau nge date”, kakak Nadine yang bernama Kevin meledek Nadine.
“Ah kakak.. tidak kok”, wajah Nadine telah memerah akibat perkataan kakaknya.
“Cowoknya siapa ni?”, tanya Kevin Fredickson.
“Kakak tau Mark Feehily?”, tanya Nadine.
“Tau lah, dia kan famous banget dek”, ucap Kevin Fredickson.
“Tau kan kak, nah aku mau ketemu sama dia..”, Nadine membenarkan gaunnya.
“Ngarep lu dek, gue aja yang nge fans sama Westlife kagak pernah ketemu langsung sama mereka. Paling juga ketemunya di Youtube. Hahahaha lucu lu dek..”, Kevin Fredickson masih meledek Nadine.
“Ok, kalau gak percaya. Buktikan saja nanti”, ucap Nadine.
“Siapa takut?”, Kevin Fredickson meninggalkan Nadine.
Mark telah sampai di rumah yang begitu besar dan megah milik keluarga Fredickson.
“Gile…. Gedong banget ni rumah, ngalahin rumahku nih”, gumam Mark.
Ting Tong..
Mark memecet bel rumah keluarga Fredickson.
Kevin Fredickson membuka pintu rumah yang megah itu.
“Halo, selamat malam”, Mark menyapa Kevin Fredickson.
“Ma.. ma… ma… Mark Feehily?”, Kevin Fredickson merasa terkaget akibat kehadiran Mark ke rumahnya.
“Iya, Nadine Nad Fredickson apakah ada?”, tanya Mark.
“Ada… Silahkan masuk”, Kevin Fredickson mempersilahkan Mark masuk ke dalam rumahnya.
“Terimakasih”, Mark mengucapkan terimakasih terhadap kakaknya Nadine itu.
“Sebentar saya panggilkan Nadine dahulu”, Kevin Fredickson terlihat agak nevous.
Mark hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu Kevin Fredickson memanggil Nadine.
Sesampainya di kamar Nadine..
“Gue kalah taruhan -_-“, Kevin Fredickson mengagetkan Nadine.
“Kakak!! Mengagetkanku saja”, Nadine melemparkan sebuah bantal ke muka kakaknya.
“Huh, pangeranmu telah menunggu”, Kevin Fredickson meninggalkan Nadine.
Nadine segera menuju ke ruang tamu.
“Mark?”, Nadine memanggil Mark.
Mark menoleh ke arah Nadine.
“Wow dia cantik sekali”, gumam Mark.
“Mark awas”, teriak Nadine.
“Ada apa?”, tanya Mark.
“Tepat di belakangmu..”, jawab Nadine.
Mark melihat ke arah belakang dan melihat anak-anak kecil berlari mengejar salah satu pria dewasa.
“Uncle Simon, jangan lari”, teriak salah satu anak kecil.
“Uncle, capek”, salah satu anak mengeluh.
“Awas!!!”, teriak pria dewasa tersebut.
Mark dan Nadine menghindar.
“Hay, aunty…”, salah satu anak menyapa Nadine.
“Kau tampak cantik sekali Aunty. Have a Nice Day, Aunty”, salah satu anak memuji Nadine.
“Uncle Simoooon, tunggu aku”, teriak anak paling kecil diantara yang lainnya.
“Hahaha keponakan kamu ya?”, tanya Mark.
“Iya, maafkan keponakanku yang nakal-nakal”, Nadine menundukkan kepalanya.
“Tak apa, mereka lucu. Aku suka anak kecil”, Mark tersenyum dengan manisnya.
“Hahaha mereka memang lucu-lucu”, Nadine ikut tersenyum.
“Ya sudah, ayo berangkat”, Mark menarik tangan Nadine.
**
                 Mark membawa Nadine ke sebuah restoran mewah yang amat terkenal di Dublin. Mereka telah sampai di restoran tersebut. Mark dan Nadine segera masuk ke dalam restoran, akan tetapi masalah pun datang menghampiri Mark.
“Oh jadi begini ya”, Kevin McDaid menghalangi Mark.
“Kevin?”, Mark terkaget.
“Iya, ini aku”, muka Kevin McDaid terlihat marah kepada Mark.
“Aku bisa jelasin semuanya”, Mark mencoba memegang tangan Kevin McDaid.
“Cukup Mark, hati aku telah hancur berkeping-keping melihat kamu jalan sama perempuan ini”, Kevin McDaid mendorong Nadine sehingga Nadine terjatuh.
“KEVIN!!!”, bentak Mark.
“Apa? Kamu mau belain dia? Dia berhak mendapatkannya Mark, dia yang membuat kamu berubah selama ini. Kamu tak pernah telpon aku lagi, sebenarnya kamu itu masih sayang dan cinta gak sih sama aku?”, ucap Kevin McDaid.
Mark mencoba membantu Nadine untuk berdiri.
“Iya aku belain dia!!! Dia bukan provokator masalah kita!! Iya memang aku tak pernah menelpon kamu lagi karena aku sibuk, aku sibuk bersama Westlife”, bentak Mark kepada Kevin McDaid.
“Itu alasan kamu terus.. Westlife, Westlife, dan Westlife!!”, teriak Kevin McDaid.
“Sudah cukup Kevin, aku muak sama kamu!!! Ini kan keinginan kamu”, Mark mencoba melepaskan cincin di jari tangan kiri manisnya.
“Muak? Aku juga!!!”, bentak Kevin McDaid.
“Kamu mau kita putus kan? Ok, mulai detik ini kita putus!!!”, Mark melemparkan cincinnya ke arah Kevin McDaid.
Mark menarik tangan Nadine ke arah mobilnya. Sementara Kevin McDaid memungut cincin tersebut dan bergegas pergi dengan derai air mata yang membasahi pipinya.
“Mark?”, mata Nadine mulai berkaca-kaca
“Iya”, Mark menoleh ke arah Nadine.
“Kamu gay?”, Nadine bertanya terhadap Nadine dengan nada seseorang yang akan menangis.
“Maafkan aku Nadine”, Mark menggenggam tangan Nadine.
“Cukup Mark, kamu telah membuatku sakit hati”, air mata Nadine pun jatuh di pipinya.
“Nadine jangan kau menangis”, Mark mencoba untuk menghapus air mata Nadine di pipi Nadine.
Nadine pun menampar Mark.
“Jangan kau lakukan itu lagi terhadapku”, itu kata-kata terakhir Nadine sebelum Nadine pergi meninggalkan Mark sendirian di parkiran depan restoran.
“Nadine, tunggu aku. Aku bisa jelaskan semuanya”, Mark memegang pipinya, dalam sehari Mark mendapatkan 2 tamparan di pipi kanannya.
Mark mengejar Nadine yang berlari, tetapi Mark sudah telat, Nadine telah memanggil taksi. Nadine pun pergi menggunakan taksi tersebut.
“Nadine.. Maafkan aku”, teriak Mark.
Mark berjalan ke arah mobilnya dengan air mata yang menetes di pipinya. Mark melajukan mobilnya ke rumah orang tuanya di  Sligo. Di tengah perjalanan, Mark merasa mengantuk. Mark memutuskan untuk menghentikan mobilnya di salah satu tempat pengisian bensin, Mark pun terlelap tidur dengan pulasnya. Setelah pagi hari, Mark melanjutkan lajunya untuk sampai ke rumah orang tuanya.
**
20 Desember 2011
Di rumah orang tua Mark..
Mam Mark, tante Marie Verdon Feehily sedang menyiram bunga-bunga kesayangannya. Tiba-tiba seorang wanita cantik seumuran dengan Mark datang menghampiri mam Marie.
Maidin Mhaith tante..”, ucap seorang wanita itu.
“Oh iya, Maidin Mhaith. Maaf Anda siapa?”, tanya mam Marie.
“Saya teman SD nya Mark tante, Mark-nya ada?”, ucap seorang wanita itu.
“Temannya yang mana ya?”, mam Marie merasa bingung.
“Saya dulu sering main di rumah tante, saya Charlotte tante”, ucap Charlotte Chaterine.
“Oh iya, yang dulu pernah nangis karena Mark menjambak rambutmu kan?”, mam Marie ingat tentang Charlotte.
“Hehehe iya tante”, ucap Charlotte dengan pipi yang mulai memerah karena malu.
“Kau masih sama saja Charlotte, rambut hitam-mu yang lurus dan sering dikucir ekor kuda”, mam Marie menaruh selang air dan mematikannya.
Charlotte hanya tersenyum mendengar perkataan mam Marie.
“Oya, Mark sudah tidak tinggal disini lagi nak. Dia sudah pindah ke London”, ucap mam Marie.
“Sudah berapa lama?”, tanya Charlotte.
“Sudah sekitar 3-5 tahun yang lalu.. Apakah ada hal penting?”, tanya mam Marie.
“Oh tidak kok tante, ya sudah saya permisi dahulu tante. Terimakasih”, jawab Charlotte dengan perasaan kecewa.
“Loh kok buru-buru? Ayo masuk ke dalam rumah dulu”, mam Marie menganjak Charlotte masuk ke dalam rumahnya.
“Terimaksih tante, tidak usah. Permisi tante”, Charlotte tersenyum kepada mam Marie.
“Iya, silahkan”, mam Marie ikut tersenyum.
Ketika Charlotte hendak pergi meninggalkan mam Marie. Tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah berwarna putih, berhenti di depan rumah kediaman keluarga Feehily. Seorang pria dewasa, berlari menghampiri mam Marie. Charlotte berhenti dan memandangi seorang pria dewasa tersebut. Charlotte merasa mengenali pria tersebut.
“Mam…”, Mark memeluk tubuh mam Marie dari belakang dengan erat.
“Siapa ini?”, mam Marie merasa terkaget.
“Ini aku mam, anak mam and dad Feehily”, Mark masih memeluk mam Marie.
“Siapa? Mark, Barry, atau Colin?”, mam Marie bingung.
“Ah mam, sudah berpuluh-puluh tahun aku sudah menjadi anak mam. Tapi mam tidak mengenal dan tidah hafal dengan suaraku”, Mark melepaskan pelukan.
Mam Marie membalikkan tubuhnya ke arah Mark.
“Oh my god, Mark?”, mam Marie terkaget.
“Iya ini aku mam”, Mark memeluk lagi mam Marie.
Charlotte pun merasa terkaget ketika mam Marie menyebut nama Mark. Charlotte pun menghampiri mam Marie dan Mark.
“Mark”, Charlotte memanggil Mark.
“Hm iya?”, Mark melepaskan pelukannya.
“Kamu Mark Feehily kan?”, tanya Charlotte.
“Iya”, jawab Mark polos.
“Kamu masih ingat aku?”, Charlotte mendekati Mark.
“Siapa ya?”, Mark pun bingung.
“Aku teman SD kamu Mark..”, ucap Charlotte.
“St Patrick’s Primary School?”, tanya Mark.
“Yap”, jawab Charlotte.
“Bentar, sepertinya aku ingat kamu deh. Kamu yang sering main sama aku kan di rumahku ini?”, tangan kiri Mark memegang dagunya.
“Iya Mark”, jawab Charlotte bersemangat.
“Kalau begitu, kau Charlotte Catherine?”, tebak Mark.
“Iya, aku Charlotte Chaterine”, ucap Charlotte.
“Nah betul kan tebakanku, apa kabar kamu Charl?”, tanya Mark, Mark memang dari dulu lebih menyukai nama Charl dibanding Charlotte jadi Mark memanggil Charlotte dengan sebutan Charl.
“Baik , kamu?”, Charlotte merapikan rambutnya.
“Baik juga, ayo masuk mam. Charl kamu mau ikut masuk tidak?”, ajak Mark.
“Tidak usah Mark”, Charlotte tersenyum kepada Mark.
“Ayolah”, Mark merangkul Charlotte.
“Baiklah”, Charlotte dan Mark memasuki rumah keluarga Feehily.
**
Sementara di rumah kediaman keluarga Fredickson..
Nadine mengurung dirinya di kamar. Ia terus menangis sejak kejadian semalam.
“Nadine?”, kakak ipar Nadine bernama Kate membuka pintu kamar Nadine.
“Hhhhh”, Nadine mengambil sebuah tisu.
“Kamu terus menangis sejak semalam setelah kamu pulang dari pergi bersama temanmu. Ada masalah?”, Kate mendekati Nadine.
Nadine hanya terus menangis, ia tidak menjawab perkataan kakak iparnya tersebut.
“Kamu mau menyendiri? Ya sudah Nadine, kakak permisi mau keluar kamar”, Kate keluar dari kamar Nadine.
Setelah Kate keluar kamar, kakak-kakak Nadine menggerombol mengerumuni Kate.
“Nadine kenapa?”, tanya kakak Nadine ‘Peter’.
“Hasilnya nihil, Nadine tak mau jawab pertanyaanku”, Kate menjawab dengan nada lemas.
“Kita harus cari cara lain..”, ucap Ellena.
“Tapi apa?”, ucap Simon.
“Mmmm, aku tau.. kita datangkan saja sahabat-sahabat dekatnya”, Ellena memberi ide.
“Ayu, Etna, Ridwan, dan Hasna?”, Charles mengingat-ingat sahabat dekatnya Nadine.
“Nah mereka”, ucap Ellena.
“Ide bagus!”, George menepuk pundak Ellena.
“Eh itu istri saya”, Liam merasa tak terima George menepuk pundak Ellena.
“Ah cuma nepuk doang kak, lagian juga ngapain naksir istri kakak. Aku aja udah punya istri”, George merangkul istrinya Mariella.
“Ah apaan sih, George”, Mariella merasa risih ketika suaminya merangkul dia dihadapan kakak-kakaknya.
“Loh kok gitu?”, George melepaskan rangkulannya.
“Hahaha”, kakak Nadine mentertawakan George.
Ellena menelpon Ayu, Etna, Ridwan, dan Hasna. Tak lama kemudian mereka telah sampai di rumah megah keluarga Fredickson.
Ting tong.. (Ridwan menekan bel rumah)
Ellena membukakan pintu untuk Ayu, Etna, Ridwan, dan Hasna. Ellena langsung mengantarkan mereka ke kamar Nadine.
“Silahkan masuk”, Ellena membukakan pintu kamar Nadine.
Ayu, Etna, Ridwan, dan Hasna segera masuk ke dalam kamar Nadine.
“Nadine..”, ucap Ridwan lirih.
“Kenapa kamu menangis Nadine?”, Ridwan mencoba mendekati Nadine.
“Kalian ngapain di sini?!”, Nadine hanya menjawab dengan sebuah pertanyaan.
“Kita dipanggil kakak-kakakmu ke sini untuk menemanimu Nadine..”, jawab Ayu.
“Pertanyaanku belum dijawab”, ucap Ridwan protes.
“Broken Heart..”, ucap Nadine lirih.
“Yakin?”, Hasna meyakinkan Nadine.
“Ya”, Nadine menjawab dengan datar.
“Itu masalah sepele, kecil”, Hasna meledek Nadine.
“Hasna!!!”, bentak Ayu, Etna, dan Ridwan kompak.
“Maaf”, ucap Hasna.
“Pasti cowok itu Mark, eh?”, tanya Etna.
“Iya..”, Nadine mengambil kotak tisu.
“Mark sakitin kamu? Cowok itu sakitin kamu?”, ucap Ridwan heboh.
“Aku bosan disini, kita libur kan.. Ayo ke rumah kakek dan nenekku di Sligo”
NB : Gimana ceritanya? Aneh kan? Kagak nyambung kan? Mark mempunyai banyak masalah dengan sahabat-sahabatnya dan ada tokoh baru. Sebenarnya aku mau nulis lanjut Part 3 tapi waktu kagak cukup saat itu, aku harus mudik. Hehehe..
Seperti biasa… Spasi ada yang ngilang lagi, maklum.
Hayo yang udah baca, komentarnya mana? :D

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda