Cerita fiksi "Mark & Nadine 2"
Mark & Nadine Part 2
(Fight)
Cerita makin kagak nyambung -_- . Cerita
tambah aneh, kagak masuk akal. Konflik-konflik bermunculan di part ke 2 ini.
Hah ini hasilnya, mood nulis menurun jadi ceritanya jadi seperti ini. Apakah
Mark mempunyai konflik dengan Nadine?
Silahkan dibaca dan harap komentarnya..
Selamat membaca everybody..
Author : Elyssa Ridhaningrum
Cast :
1. Mark Feehily
2. Kian Egan
3. Shane Filan
4. Nicky Byrne
5. Ronan Keating
6. Nadine Fredickson
7. Kevin McDaid
8. Marie Verdon Feehily
9. Charlotte Catherine
10. Keluarga Fredickson
19 Desember 2011
Mark menaruh
handphone-nya di saku celananya dan Mark segera menuju ke dapur. Rupanya Mr.
Kian Egan telah selesai memasak spaghetti dengan saus Bolognese ditambah dengan
sedikit daging giling, keju parut, serta sedikit daun oregano yang sudah dicincang
halus. Mark segera duduk di kursi makan, siap untuk menikmati makanan yang
terlihat amat lezat ini.
“Hm kelihatannya enak ni makanan..”,
Mark sudah siap menyerbu spaghetti yang dimasak Kian.
“Eh jangan dimakan dulu KEBO,
tunggu yang lain”, entah kenapa Kian juga ikut-ikutan Shane dan Nicky yang
memanggil Mark dengan sebutan KEBO.
“Ah KEBA KEBO, aku tak
mempunyai sifat seperti KERBAU. You know?”, Mark mulai merasa tak suka
dengan julukan KEBO terhadap dirinya.
“Aku hanya ikut-ikutan Shane dan
Nicky, hehehe. Peace Mark”, Kian membereskan meja kerja dapur yang amat
berantakan.
“Aku dan Nicky memberimu nama KEBO
karena kamu kalau makan paling banyak dan juga kalau tidur paling lama,
parahnya susah dibangunin”, tiba-tiba Shane dan Nicky sudah ada di dapur.
“Nah, firasat gue benar.. Makanannya
sudah siap. Hm baunya harum”, Nicky mencium aroma spaghetti yang masih hangat
itu.
“Lu kalah taruhan Nix, tadi di kamar
gue bilang Kian masak spaghetti sedangkan lu bilang Kian masak sop buntut sapi.
Berarti jatah makan lu kali ini buat gue, hehehe”, Shane mengambil piring Nicky
yang sudah ada spaghettinya itu.
“Ah gak bisa gitu dong Short, lu gak
berperi kemanusiaan. Gak adil lu, di dalam Undang-Undang Negara tidak
diperbolehkan menelantarkan orang”, Nicky mulai merayu Shane.
“Tidak diperbolehkan menelantarkan
orang miskin termasuk anak yang kurang mampu”, Mark membenarkan kata-kata atau
ucapan Nicky.
“Iya tu benar apa kata Mark”, Kian
duduk di kursi makan samping Mark dan Shane.
“Hehehehe. Pokoknya gak adil.. LICIK
lu Shane”, Nicky mengambil segelas air.
“LICIK dari mana?”, tanya Shane
terhadap Nicky.
“Ah pokonya LICIK. Gue kagak
terima…”, Nicky meneguk segelas air.
“Hah seperti anak kecil aja lu Nix,
keras kepala”, Mark ikut berkomentar.
“Kepala gue emang udah keras dari
dulu. Kan ada tulang tengkorak yang melindungi otak gue”, Nicky mulai
mencari-cari alasan supaya tidak kalah suara dengan Shane.
“Udahlah Nix, kalau kalah taruhan ya
sudah terima saja”, Kian membela Shane.
“Ah lu itu ya Kian, mentang-mentang
Shane itu suami adik sepupu lu jadi lu belain”, Nicky merasa kalah suara dengan
yang lain.
“Hellooooooooo Nicholas Bernard James
Adam Byrne, jangan membawa status keluarga di masalah ini.. Lagian juga Gillian
gak ada disini, gue hanya membela yang benar”, Kian merasa kesal dengan
perkataan Nicky.
“Iya tu, betul sekali”, Mark membela
Kian.
**
Tiba-tiba
Nicky hendak menampar pipi Shane, Mark dan Kian berusaha untuk menahan Nicky
supaya tidak jadi menampar Shane. Mark dan Kian mencoba melerai dan meredakan
pertengkaran antara Shane dan Nicky. Alhasil bukannya pertengkaran sudah
dingin, tetapi pertengkaran Shane dan Nicky masih berlanjut. Shane dan Nicky
masih mempertahankan pendiriannya, mereka sama-sama keras kepala. Ketika Nicky
hendak menyiram air ke wajah Shane, Mark mencoba menghalangi Nicky. *Byurr*
Sukses sudah, Mark tersiram air dari Nicky. Wajah dan baju Mark basah terkena
air dari Nicky. Pertengkaran yang heboh itu telah membangunkan sang wakil
manager dari dunia mimpinya. Ronan berlari kearah dapur untuk segera melerai
pertengkaran Shane dan Nicky.
“Heh apa-apaan ini”, Ronan memegang
tubuh Nicky dengan erat.
“Lepasin gue Ron, gue mau habisi COWOK
SIALAN satu ini”, Nicky sepertinya sudah amat kesal dengan Shane sehingga
dia memanggil Shane dengan sebutan COWOK SIALAN.
“Apa-apaan sih lu Nix, dia bukan COWOK
SIALAN. Dia Shane, Nix. Tahan emosi lu, Nix.. Gue gak mau anak didik gue
berantem..”, Ronan mencoba menenangkan Nicky.
“Apa untungnya sih lu berantem sampai
heboh gini, Nix?”, Kian mendorong Nicky.
“Kian sudah!!!!!!!”, Ronan membentak
Kian.
“Ron, dia dulu yang mulai. Gue
lama-lama juga kesal sama dia, kasian Mark terkena tamparan dan siraman air
dari Nicky”, ucap Kian.
“Mark, apa benar itu?”, Ronan menanyai
Mark.
“Iya Ron, benar apa kata Kian”, Mark
duduk di kursi makan.
“Lihat Ron, pipi sebelah kanan Mark
merah seperti bekas tamparan. Dan baju yang Mark pakai basah terkena air
siraman dari Nicky”, ucap Kian dengan nada tinggi.
“Heh PONI, gue gak nampar
Mark”, Nicky membela dirinya sendiri.
“Diam lu SETAN”, Kian membentak
Nicky.
“Ah kalian semua sama aja, KERAS
KEPALA semua. Mending aku pergi aja dari sini, aku lama-lama gak betah
disini”, Mark mulai kesal.
“Lu mau pergi kemana?”, tanya Ronan.
“Entah, mungkin ke rumah orang tuaku
di Sligo. Atau gak ke rumah Colin yang letaknya gak jauh dari sini”, ucap Mark
dengan nada kesal.
Mark segera pergi ke kamar,
membereskan semua baju-bajunya ke dalam koper. Setelah selesai, Mark mengambil
kunci mobil miliknya yang terletak di dekat dapur.
“Mark tunggu..”, Ronan hendak mencegah
Mark pergi.
“Apa lagi Ron?”, teriak Mark.
“Lu jangan pergi, bagaimana nasib
Westlife?”, Ronan memohon kepada Nicky.
“Entah!!!”, bentak Mark.
**
Mark
segera pergi dari basecamp Westlife dengan membawa seluruh barang-barangnya
dari basecamp Westlife. Mark merasa amat kesal terhadap sahabat-sahabatnya.
Mark memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya di Sligo meninggalkan
sahabat-sahabatnya di basecamp Westlife ‘Dublin’. Sebelum Mark ketempat orang
tuanya, ia pergi menjemput Nadine untuk makan malam.
“Ah buat apa aku disana?!”, ucap Mark
kesal.
Nadine telah berdandan cantik dengan
memakai gaun berwarna putih dan make up di wajahnya.
“Ciyee, yang mau nge date”, kakak
Nadine yang bernama Kevin meledek Nadine.
“Ah kakak.. tidak kok”, wajah Nadine
telah memerah akibat perkataan kakaknya.
“Cowoknya siapa ni?”, tanya Kevin
Fredickson.
“Kakak tau Mark Feehily?”, tanya
Nadine.
“Tau lah, dia kan famous banget dek”,
ucap Kevin Fredickson.
“Tau kan kak, nah aku mau ketemu sama
dia..”, Nadine membenarkan gaunnya.
“Ngarep lu dek, gue aja yang nge fans
sama Westlife kagak pernah ketemu langsung sama mereka. Paling juga ketemunya
di Youtube. Hahahaha lucu lu dek..”, Kevin Fredickson masih meledek Nadine.
“Ok, kalau gak percaya. Buktikan saja
nanti”, ucap Nadine.
“Siapa takut?”, Kevin Fredickson
meninggalkan Nadine.
Mark telah sampai di rumah yang begitu
besar dan megah milik keluarga Fredickson.
“Gile…. Gedong banget ni rumah, ngalahin rumahku nih”, gumam Mark.
Ting Tong..
Mark memecet bel rumah keluarga
Fredickson.
Kevin Fredickson membuka pintu rumah
yang megah itu.
“Halo, selamat malam”, Mark menyapa
Kevin Fredickson.
“Ma.. ma… ma… Mark Feehily?”, Kevin
Fredickson merasa terkaget akibat kehadiran Mark ke rumahnya.
“Iya, Nadine Nad Fredickson apakah
ada?”, tanya Mark.
“Ada… Silahkan masuk”, Kevin
Fredickson mempersilahkan Mark masuk ke dalam rumahnya.
“Terimakasih”, Mark mengucapkan
terimakasih terhadap kakaknya Nadine itu.
“Sebentar saya panggilkan Nadine
dahulu”, Kevin Fredickson terlihat agak nevous.
Mark hanya mengangguk-anggukkan
kepalanya, lalu Kevin Fredickson memanggil Nadine.
Sesampainya di kamar Nadine..
“Gue kalah taruhan -_-“, Kevin
Fredickson mengagetkan Nadine.
“Kakak!! Mengagetkanku saja”, Nadine
melemparkan sebuah bantal ke muka kakaknya.
“Huh, pangeranmu telah menunggu”,
Kevin Fredickson meninggalkan Nadine.
Nadine segera menuju ke ruang tamu.
“Mark?”, Nadine memanggil Mark.
Mark menoleh ke arah Nadine.
“Wow dia cantik sekali”, gumam Mark.
“Mark awas”, teriak Nadine.
“Ada apa?”, tanya Mark.
“Tepat di belakangmu..”, jawab Nadine.
Mark melihat ke arah belakang dan
melihat anak-anak kecil berlari mengejar salah satu pria dewasa.
“Uncle Simon, jangan lari”, teriak
salah satu anak kecil.
“Uncle, capek”, salah satu anak
mengeluh.
“Awas!!!”, teriak pria dewasa
tersebut.
Mark dan Nadine menghindar.
“Hay, aunty…”, salah satu anak menyapa
Nadine.
“Kau tampak cantik sekali Aunty. Have
a Nice Day, Aunty”, salah satu anak memuji Nadine.
“Uncle Simoooon, tunggu aku”, teriak
anak paling kecil diantara yang lainnya.
“Hahaha keponakan kamu ya?”, tanya
Mark.
“Iya, maafkan keponakanku yang nakal-nakal”, Nadine menundukkan kepalanya.
“Tak apa, mereka lucu. Aku suka anak
kecil”, Mark tersenyum dengan manisnya.
“Hahaha mereka memang lucu-lucu”,
Nadine ikut tersenyum.
“Ya sudah, ayo berangkat”, Mark
menarik tangan Nadine.
**
Mark membawa Nadine ke sebuah restoran mewah
yang amat terkenal di Dublin. Mereka telah sampai di restoran tersebut. Mark
dan Nadine segera masuk ke dalam restoran, akan tetapi masalah pun datang
menghampiri Mark.
“Oh jadi begini ya”, Kevin McDaid
menghalangi Mark.
“Kevin?”, Mark terkaget.
“Iya, ini aku”, muka Kevin McDaid
terlihat marah kepada Mark.
“Aku bisa jelasin semuanya”, Mark
mencoba memegang tangan Kevin McDaid.
“Cukup Mark, hati aku telah hancur
berkeping-keping melihat kamu jalan sama perempuan ini”, Kevin McDaid mendorong
Nadine sehingga Nadine terjatuh.
“KEVIN!!!”, bentak Mark.
“Apa? Kamu mau belain dia? Dia berhak
mendapatkannya Mark, dia yang membuat kamu berubah selama ini. Kamu tak pernah
telpon aku lagi, sebenarnya kamu itu masih sayang dan cinta gak sih sama aku?”,
ucap Kevin McDaid.
Mark mencoba membantu Nadine untuk
berdiri.
“Iya aku belain dia!!! Dia bukan
provokator masalah kita!! Iya memang aku tak pernah menelpon kamu lagi karena
aku sibuk, aku sibuk bersama Westlife”, bentak Mark kepada Kevin McDaid.
“Itu alasan kamu terus.. Westlife,
Westlife, dan Westlife!!”, teriak Kevin McDaid.
“Sudah cukup Kevin, aku muak sama
kamu!!! Ini kan keinginan kamu”, Mark mencoba melepaskan cincin di jari tangan
kiri manisnya.
“Muak? Aku juga!!!”, bentak Kevin McDaid.
“Kamu mau kita putus kan? Ok, mulai
detik ini kita putus!!!”, Mark melemparkan cincinnya ke arah Kevin McDaid.
Mark menarik tangan Nadine ke arah
mobilnya. Sementara Kevin McDaid memungut cincin tersebut dan bergegas pergi
dengan derai air mata yang membasahi pipinya.
“Mark?”, mata Nadine mulai
berkaca-kaca
“Iya”, Mark menoleh ke arah Nadine.
“Kamu gay?”, Nadine bertanya terhadap
Nadine dengan nada seseorang yang akan menangis.
“Maafkan aku Nadine”, Mark menggenggam
tangan Nadine.
“Cukup Mark, kamu telah membuatku
sakit hati”, air mata Nadine pun jatuh di pipinya.
“Nadine jangan kau menangis”, Mark
mencoba untuk menghapus air mata Nadine di pipi Nadine.
Nadine pun menampar Mark.
“Jangan kau lakukan itu lagi
terhadapku”, itu kata-kata terakhir Nadine sebelum Nadine pergi meninggalkan
Mark sendirian di parkiran depan restoran.
“Nadine, tunggu aku. Aku bisa jelaskan
semuanya”, Mark memegang pipinya, dalam sehari Mark mendapatkan 2 tamparan di
pipi kanannya.
Mark mengejar Nadine yang berlari,
tetapi Mark sudah telat, Nadine telah memanggil taksi. Nadine pun pergi
menggunakan taksi tersebut.
“Nadine.. Maafkan aku”, teriak Mark.
Mark berjalan ke arah mobilnya dengan
air mata yang menetes di pipinya. Mark melajukan mobilnya ke rumah orang tuanya
di Sligo. Di tengah perjalanan, Mark
merasa mengantuk. Mark memutuskan untuk menghentikan mobilnya di salah satu
tempat pengisian bensin, Mark pun terlelap tidur dengan pulasnya. Setelah pagi
hari, Mark melanjutkan lajunya untuk sampai ke rumah orang tuanya.
**
20 Desember
2011
Di rumah orang tua Mark..
Mam Mark,
tante Marie Verdon Feehily sedang menyiram bunga-bunga kesayangannya. Tiba-tiba
seorang wanita cantik seumuran dengan Mark datang menghampiri mam Marie.
“Maidin Mhaith
tante..”, ucap seorang wanita itu.
“Oh iya,
Maidin Mhaith. Maaf Anda siapa?”, tanya mam Marie.
“Saya teman SD
nya Mark tante, Mark-nya ada?”, ucap seorang wanita itu.
“Temannya yang
mana ya?”, mam Marie merasa bingung.
“Saya dulu
sering main di rumah tante, saya Charlotte tante”, ucap Charlotte Chaterine.
“Oh iya, yang
dulu pernah nangis karena Mark menjambak rambutmu kan?”, mam Marie ingat
tentang Charlotte.
“Hehehe iya
tante”, ucap Charlotte dengan pipi yang mulai memerah karena malu.
“Kau masih
sama saja Charlotte, rambut hitam-mu yang lurus dan sering dikucir ekor kuda”,
mam Marie menaruh selang air dan mematikannya.
Charlotte
hanya tersenyum mendengar perkataan mam Marie.
“Oya, Mark
sudah tidak tinggal disini lagi nak. Dia sudah pindah ke London”, ucap mam
Marie.
“Sudah berapa
lama?”, tanya Charlotte.
“Sudah sekitar
3-5 tahun yang lalu.. Apakah ada hal penting?”, tanya mam Marie.
“Oh tidak kok
tante, ya sudah saya permisi dahulu tante. Terimakasih”, jawab Charlotte dengan
perasaan kecewa.
“Loh kok
buru-buru? Ayo masuk ke dalam rumah dulu”, mam Marie menganjak Charlotte masuk
ke dalam rumahnya.
“Terimaksih
tante, tidak usah. Permisi tante”, Charlotte tersenyum kepada mam Marie.
“Iya,
silahkan”, mam Marie ikut tersenyum.
Ketika
Charlotte hendak pergi meninggalkan mam Marie. Tiba-tiba sebuah mobil sedan
mewah berwarna putih, berhenti di depan rumah kediaman keluarga Feehily.
Seorang pria dewasa, berlari menghampiri mam Marie. Charlotte berhenti dan
memandangi seorang pria dewasa tersebut. Charlotte merasa mengenali pria
tersebut.
“Mam…”, Mark
memeluk tubuh mam Marie dari belakang dengan erat.
“Siapa ini?”,
mam Marie merasa terkaget.
“Ini aku mam,
anak mam and dad Feehily”, Mark masih memeluk mam Marie.
“Siapa? Mark,
Barry, atau Colin?”, mam Marie bingung.
“Ah mam, sudah
berpuluh-puluh tahun aku sudah menjadi anak mam. Tapi mam tidak mengenal dan
tidah hafal dengan suaraku”, Mark melepaskan pelukan.
Mam Marie
membalikkan tubuhnya ke arah Mark.
“Oh my god,
Mark?”, mam Marie terkaget.
“Iya ini aku
mam”, Mark memeluk lagi mam Marie.
Charlotte pun
merasa terkaget ketika mam Marie menyebut nama Mark. Charlotte pun menghampiri
mam Marie dan Mark.
“Mark”,
Charlotte memanggil Mark.
“Hm iya?”,
Mark melepaskan pelukannya.
“Kamu Mark
Feehily kan?”, tanya Charlotte.
“Iya”, jawab
Mark polos.
“Kamu masih ingat
aku?”, Charlotte mendekati Mark.
“Siapa ya?”,
Mark pun bingung.
“Aku teman SD
kamu Mark..”, ucap Charlotte.
“St Patrick’s
Primary School?”, tanya Mark.
“Yap”, jawab
Charlotte.
“Bentar,
sepertinya aku ingat kamu deh. Kamu yang sering main sama aku kan di rumahku
ini?”, tangan kiri Mark memegang dagunya.
“Iya Mark”,
jawab Charlotte bersemangat.
“Kalau begitu,
kau Charlotte Catherine?”, tebak Mark.
“Iya, aku
Charlotte Chaterine”, ucap Charlotte.
“Nah betul kan
tebakanku, apa kabar kamu Charl?”, tanya Mark, Mark memang dari dulu lebih
menyukai nama Charl dibanding Charlotte jadi Mark memanggil Charlotte dengan
sebutan Charl.
“Baik ,
kamu?”, Charlotte merapikan rambutnya.
“Baik juga,
ayo masuk mam. Charl kamu mau ikut masuk tidak?”, ajak Mark.
“Tidak usah
Mark”, Charlotte tersenyum kepada Mark.
“Ayolah”, Mark
merangkul Charlotte.
“Baiklah”,
Charlotte dan Mark memasuki rumah keluarga Feehily.
**
Sementara di
rumah kediaman keluarga Fredickson..
Nadine
mengurung dirinya di kamar. Ia terus menangis sejak kejadian semalam.
“Nadine?”,
kakak ipar Nadine bernama Kate membuka pintu kamar Nadine.
“Hhhhh”,
Nadine mengambil sebuah tisu.
“Kamu terus
menangis sejak semalam setelah kamu pulang dari pergi bersama temanmu. Ada
masalah?”, Kate mendekati Nadine.
Nadine hanya
terus menangis, ia tidak menjawab perkataan kakak iparnya tersebut.
“Kamu mau menyendiri?
Ya sudah Nadine, kakak permisi mau keluar kamar”, Kate keluar dari kamar
Nadine.
Setelah Kate
keluar kamar, kakak-kakak Nadine menggerombol mengerumuni Kate.
“Nadine
kenapa?”, tanya kakak Nadine ‘Peter’.
“Hasilnya
nihil, Nadine tak mau jawab pertanyaanku”, Kate menjawab dengan nada lemas.
“Kita harus
cari cara lain..”, ucap Ellena.
“Tapi apa?”,
ucap Simon.
“Mmmm, aku
tau.. kita datangkan saja sahabat-sahabat dekatnya”, Ellena memberi ide.
“Ayu, Etna,
Ridwan, dan Hasna?”, Charles mengingat-ingat sahabat dekatnya Nadine.
“Nah mereka”,
ucap Ellena.
“Ide bagus!”,
George menepuk pundak Ellena.
“Eh itu istri
saya”, Liam merasa tak terima George menepuk pundak Ellena.
“Ah cuma nepuk
doang kak, lagian juga ngapain naksir istri kakak. Aku aja udah punya istri”,
George merangkul istrinya Mariella.
“Ah apaan sih,
George”, Mariella merasa risih ketika suaminya merangkul dia dihadapan kakak-kakaknya.
“Loh kok
gitu?”, George melepaskan rangkulannya.
“Hahaha”,
kakak Nadine mentertawakan George.
Ellena
menelpon Ayu, Etna, Ridwan, dan Hasna. Tak lama kemudian mereka telah sampai di
rumah megah keluarga Fredickson.
Ting tong..
(Ridwan menekan bel rumah)
Ellena
membukakan pintu untuk Ayu, Etna, Ridwan, dan Hasna. Ellena langsung
mengantarkan mereka ke kamar Nadine.
“Silahkan
masuk”, Ellena membukakan pintu kamar Nadine.
Ayu, Etna,
Ridwan, dan Hasna segera masuk ke dalam kamar Nadine.
“Nadine..”, ucap
Ridwan lirih.
“Kenapa kamu
menangis Nadine?”, Ridwan mencoba mendekati Nadine.
“Kalian
ngapain di sini?!”, Nadine hanya menjawab dengan sebuah pertanyaan.
“Kita
dipanggil kakak-kakakmu ke sini untuk menemanimu Nadine..”, jawab Ayu.
“Pertanyaanku
belum dijawab”, ucap Ridwan protes.
“Broken
Heart..”, ucap Nadine lirih.
“Yakin?”,
Hasna meyakinkan Nadine.
“Ya”, Nadine
menjawab dengan datar.
“Itu masalah
sepele, kecil”, Hasna meledek Nadine.
“Hasna!!!”,
bentak Ayu, Etna, dan Ridwan kompak.
“Maaf”, ucap
Hasna.
“Pasti cowok
itu Mark, eh?”, tanya Etna.
“Iya..”,
Nadine mengambil kotak tisu.
“Mark sakitin
kamu? Cowok itu sakitin kamu?”, ucap Ridwan heboh.
“Aku bosan
disini, kita libur kan.. Ayo ke rumah kakek dan nenekku di Sligo”
NB : Gimana ceritanya? Aneh kan? Kagak nyambung kan?
Mark mempunyai banyak masalah dengan sahabat-sahabatnya dan ada tokoh baru.
Sebenarnya aku mau nulis lanjut Part 3 tapi waktu kagak cukup saat itu, aku
harus mudik. Hehehe..
Seperti biasa… Spasi ada yang ngilang lagi, maklum.
Hayo yang udah baca, komentarnya mana? :D
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda